Sunday, January 19, 2014

CERITA CINTA DARI MUSIM SEMI



            




       Bulan Februari telah berlalu. Tak terasa, sekarang bulan Maret pun hampir berakhir. Setiap sudut-sudut kota Tokyo yang dulunya beku penuh dengan salju yang bening, kini telah mengalir pergi mendatangkan bunga merah muda yang bermekaran. Baju dan jaket tebal yang dulu menemani Sena kemana pun ia hendak pergi, kini tersimpan dengan rapi di pojok lemarinya. Ia tak perlu lagi bersembunyi dalam gemetarnya saat angin musim dingin berhembus.
            Matahari terlihat gagah menyinari kota itu. Bahkan langit biru pun terlihat bersih tak berbekas oleh awan. Sena tersenyum sesekali. Ia sangat senang musim semi telah datang. Kehangatan itu, nyatanya telah menyelimuti hatinya. Siapa yang akan tahu, mungkin saja bulan ini akan membawa cerita lain untuknya.
            “Kau akan pergi sekarang?” Ryuta berdiri di ambang pintu sambil memperbaiki letak jepitan di rambut Sena.
            “Ya. Aku akan terlambat jika tidak pergi sekarang. Doakan aku ya!” Katanya sambil meletakkan kedua tangannya di dada. Hari itu, Sena akan pergi ke sebuah acara kencan buta. Ryuta pun tidak menghalanginya dan mendukungnya. Perempuan itu ingin mencoba peruntungan baru bulan ini. Ia tidak ingin menghabiskan waktunya sendirian. Ia sudah mematok waktu dan umur agar segera menikah.
            “Baiklah. Berhati-hatilah.” Ryuta tersenyum. Ia lalu melambai saat melepas kepergian gadis itu. Perempuan tua itu berharap, kali ini Sena bisa mendapatkan laki-laki yang diinginkannya.
            Sena berdiri tepat di depan Taman Ueno. Taman itu berisi berpuluh-puluh pohon Sakura yang belum semuanya mekar secara sempurna. Mereka berjanji akan bertemu di tempat itu. Sena berdiri sambil menendang-nendang bebatuan yang ada di sekelilingnya dengan pelan. Laki-laki itu pun datang tanpa membuatnya harus menunggu lama.
            “Maaf terlambat. Aku Oshima. Aku adalah seorang Karyawan di sebuah Perusahaan Swasta. Kamu Sena kan?” Laki-laki itu langsung mengenalinya. Ia menundukkan punggungnya sesaat menghadap Sena.
            “Ah, aku Sena Misuzuki. Aku adalah seorang guru TK. Salam kenal.”
            Mereka menghabiskan waktu bersama. Berjalan mengitari taman bunga sakura yang lembara demi lembarnya perlahan mekar di setiap ujung tangkainya. Jepang terlihat berwarna saat musim semi tiba. Langitnya yang cerah seolah memberitahukan pada dunia bahwa itulah yang dirasakan oleh Sena sekarang.
            Mereka berbincang banyak hal. Tentang pekerjaan, hobi, hal yang disukai ataupun tentang makanan. Sena banyak tertawa ketika ia berbicara dengan Oshima yang selalu menyelipkan candaannya di dalam setiap obrolan yang ia tawarkan. Walaupun, kenyataannya, Oshima tidak ikut tertawa dan hanya tersenyum sesekali. Oshima adalah laki-laki yang tidak begitu suka tertawa dan lebih terkesan dingin. Satu hal yang mempertemukan keduanya adalah keduanya sama-sama ingin mencari pendamping hidup untuk masa depan.
            “Hei, kita pacaran saja yuk!” Suara lantang Sena terdengar diikuti oleh oleh angin yang bertiup perlahan diantara keduanya. Oshima terlihat kaget namun ia bersikap biasa. Wajahnya memang memerah. Ia bukannya ingin menolak, ia ingin mengatakan iya karena sejujurnya ia pun menyukai perempuan yang sekarang berdiri di depannya.
            “Kok cepat sekali sih? Kita bahkan baru bertemu belum cukup sehari. Jangan-jangan kamu bersimpati padaku karena gagal dalam pernikahanku ya?” Oshima bertanya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
            “Tidak.” Perempuan itu menggeleng. “Hanya saja… Oshima membuatku berdebar-debar.” Benar saja, kata orang saat kau jatuh cinta, hatimu akan berdebar-debar dan tak bisa kau tahan ketika ia seperti ingin keluar dari tempatnya. Itulah yang dirasakan oleh Sena sekarang. Walaupun terbilang cepat, namun itulah kebenarannya.
            Oshima tertawa. “Memangnya kalau membuatmu berdebar, aku harus jadi pacarmu?” Ia tersenyum. Senyuman tulus yang berbeda dengan senyumannya sebelumnya. “Boleh saja.”
            Wajah Sena memerah. Ia tak menjawab. Hatinya bahkan terasa hangat sekarang. Mungkin, hatinya yang dulu beku kini telah hangat dan bersemi. Ada bunga-bunga cinta yang bermekaran di dalam hatinya. Senyuman Oshima yang seperti itu sangatlah luar biasa. Sena berpikir, berada di sisinya membuatnya ingin melihat senyuman seperti itu lagi.
            Hari-hari berlalu, pertengahan musim semi membuat hubungan mereka semakin baik. Setiap harinya mereka selalu saling berhubungan baik itu melalui telepon, jejaring sosial ataupun secara langsung bertemu setelah selesai bekerja. Hari-hari Sena terlihat lebih baik sejak mengenal Oshima. Rasanya menyenangkan ketika bersama Oshima.
            Sena memutuskan untuk mengenal Oshima lebih dekat. Ia sering mendengar Oshima yang bercerita tentang Apartemennya. Ia pernah bilang pada Sena bahwa ia tinggal sendirian. Sena ingin sekali mengenal lebih banyak tentang Oshima. Sampai akhirnya ia mengatakan pada Oshima, “Kapan-kapan aku ingin main kerumah Oshima.” Katanya lalu menyesap kopinya yang mulai dingin di cangkir kertas dalam genggamannya.
            “Boleh saja. Bagaimana kalau setelah ini? Kita makan malam di Apartemenku. Aku ingin membuatkan Ramen untukmu. Kau tentu akan terkejut jika tahu aku pandai memasak.”
            “Benarkah?” Sena terlihat senang.  Setelah menghabiskan waktu di sebuah Kafe di dekat tempat kerja Sena untuk beristirahat sejenak. Mereka menyetop Bis menuju Apartemen Oshima di kawasan Beika.
            Sesampainya di sana, Oshima mengajak Sena masuk dan menyuruhnya duduk di ruang tengah Apartemennya yang tidak begitu besar. Ukurannya hanya seukuran kamar tidur. Sebuah sofa berwarna coklat tepat di depan TV Plasma. Sena meletakkan Tas selempangnya di sofa lalu mengikuti Oshima menuju dapur. Benar saja, Oshima memang pandai memasak. Perlahan, aroma kuah ramen yang kental itu mengepul seisi Apartemen mebuat perut Sena keroncongan tidak sabar untuk menyicipi.
            TING TONG.
            Bel Apartemen Oshima berbunyi. Sena menawarkan diri untuk membuka pintu. Oshima pun mengiyakan. Sena terkejut sesaat begitu membuka pintu Apartemen dan menemukan seorang wanita berdiri tepat di depannya. Perempuan cantik berambut pendek sebahu. Nama Oshima perlahan ia ucapkan dari bibirnya dengan pelan.
            Belum sempat Sena memanggil Oshima, laki-laki itu sudah berdiri tepat di depannya. Siapa dia? Hati Sena bertanya-tanya.
            “Maaf mendadak..” Ia mulai merangkai kata. “..Aku melihatmu masuk bersama gadis itu, ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Tangannya gemetaran. Sena melihat itu dengan jelas. Tatapan mata Oshima memandang kosong ke arah perempuan yang berdiri di depannya. Raut wajahnya bahkan berubah dan tidak lagi sesenang sebelumnya.
            “Aku tidak ingin bicara denganmu.” Oshima mengatakannya dengan keras. “Jangan pernah datang ke sini lagi.” Katanya lalu menutup pintu. Perempuan itu sempat menahannya namun Oshima sama sekali tidak memperdulikannya.
            “Oshima…” Sena bergumam memanggil namanya.
            “Dia tunanganku. Aku sudah putus dengannya. Aku serius.” Oshima duduk di belakang pingu masuk Apartemennya sambil memijit-mijit dahinya yang tidak sakit. Ia menyembunyikan wajahnya dari Sena. Sena tahu betul itu.


            Dia orang yang dulu kusukai. Tapi, sekarang tidak ada hubungan apa-apa lagi diantara kami. Ucapan Oshima masih saja terdengar di telinga Sena. Perempuan itu meninggalkan Apartemennya dan pergi mengejar perempuan itu. Oshima bahkan meminta Sena agar pulang saja. Sesaat, Oshima melupakan kehadiran Sena, kekasihnya.
            Sena menemukan perempuan itu dari kejauhan. Ia menahan lengannya saat wanita it uterus melangkah dan tak berhenti. “Anu, bisa tolong ceritakan tentang Oshima padaku.” Sena berharap.
            Perempuan itu bernama Ichika. Ia bekerja sebagai sekertaris di perusahaan yang sama dengan tempat kerja Oshima. Oshima jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya. Mereka lalu berpacaran diam-diam selama kurang lebih 4 tahun lalu memutuskan untuk bertunangan. Tapi, ternyata wanita itu juga berhubungan dengan Bos Oshima. Mereka bahkan sudah merencanakan akan menikah dan wanita itu meninggalkan Oshima. “Semuanya salahku. Aku menyukainya tapi tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku telah melukai perasaan Oshima. Tapi, sampai sekarang aku masih menyukainya.” Wanita itu menangis di depan Sena. Sena tak kuasa menahan air matanya. Ia pun menangis tanpa ia sadari. Oshima juga, saat ini pasti sedang memikirkan perempuan ini. Tapi, aku sama sekali tidak punya niat untuk menyalahkan Oshima.
            Keesokan harinya sepulang dari bekerja, Sena mengajak Oshima mengunjungi sebuah tempat di Shibuya. Sesaat diantara mereka udaranya berubah dingin. Tidak sampai Oshima memulai pembicaraan. “Kupikir hari ini aku tidak bisa mengobrol dengamu.”
            “Bicara apa sih? Memangnya kenapa?” Sena memaksakan seulas senyuman di bibirnya.
            Lama Oshima terdiam sebelum akhirnya ia menjawab. “Hari minggu nanti kita pergi ke kebun binatang, yuk. Aku belum pernah ke sana. Ke akuarium atau ke taman bermain. Mulai sekarang, aku akan sering-sering pergi bersama Sena.”
            Sena menerawang jauh ke langit biru diterpa cahaya sinar matahari yang menyilaukan. Tidak boleh Oshima. Kamu tidak boleh membohongi perasaanmu sendiri. Kamu tidak perlu memikirkan aku. Karena aku….. baik-baik saja. Sena berusaha untuk meyakinkan hatinya.
            Setelah kereta listrik berhenti tepat di Shibuya. Sena duduk sejenak di bangku panjang sambil meregangkan kakinya. Ia lalu menawarkan jus pada Oshima dan pergi meninggalkan laki-laki itu sebentar untuk membeli jus tidak begitu jauh dari tempat Oshima duduk. Sena melihat dengan jelas kemana mata Oshima mengarah. Langsung menemukannya ya. Hatinya terasa perih. Jelas saja, walaupun di keramaian sekalipun, Oshima tentu akan mengenali sosok Ichika dari kejauhan.
            Sena terlihat lemas. Ia melihat Oshima berjalan ke arah perempuan itu. Bahkan punggungnya pun terlihat pergi menjauh tanpa ia tahan sedikit pun. Aku tidak akan menunggumu, hatinya berkata lirih.
            Oshima bertanya kepada Ichika sedang apa dia di tempat itu. Oshima terlihat kaget begitu mendengar jawaban dari Ichika. Ia menoleh kebelakang berlari menerobos sekumpulan orang yang lalu lalang. Namun, sayang ia tidak menemukan Sena di sana. Perempuan itu pergi meninggalkannya. Gadis itu, Sena-chan ingin aku bertemu denganmu sekali lagi.
            Sena menangis tersedu-sedu. Ia merasa kehilangan. Hatinya bahkan terasa perih. Ini yang terbaik. Senalah yang memaksa masuk ke dalam kehidupan Oshima. Ia berpikir, pasti hanya sedikit perasaannya tersampaikan padanya. Perempuan itu merenung. Suara Oshima terus teriang di telinganya. Ucapannya yang mengatakan  kenapa ya? Padahal tidak melakukan apa-apa. Tapi, rasanya menyenangkan bersama Sena.
            Sejujurnya, Sena ingin saat ia menemukan gadis itu, Oshima tak perlu pergi menemuinya. Ia ingin Oshima berkata “Apa sih? Yang kusukai itu kamu.” Akan tetapi, tak sesuai harapannya. Laki-laki itu justru pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Sena masih menangis terisak ketika laki-laki itu berdiri tak jauh dari tempatnya berjongkok. Oshima melihat punggung perempuan itu bergetar menahan tangisannya yang tak tertahankan.
            “Permisi. Bisa membantuku? Aku sedang susah. Aku punya pacar, tapi aku malah melupakannya. Lalu dia menghilang.” Oshima berjalan mendekati Sena. “Gadis itu. Hanya demi aku, dia berbicara dengan mantan tunanganku, lalu mempertemukan kami lagi. Awalnya, aku belum tahu siapa yang paling berharga untukku. Saat itu, barulah aku sadar. Gadis itulah yang paling berharga untukku.”
            Sena menangis sejadi-jadinya. Oshima meringkuk mendekati perempuan itu lalu mendekapnya dengan hangat dan membiarkannya menangis di pelukannya. Kehangatan musim semi dapat dirasakan Sena saat itu. Keberadaan Oshima jelas saja memberikan warna baru dalam hidupnya. Baru saja ia merasakan cinta. Ia berharap, cinta tak pergi dengan cepat meninggalkannya. Hatinya baru saja menemukan tempat bernaung di hati laki-laki itu.
            “Sejak berpisah dengan perempuan itu, aku takut menjalin hubungan lagi dengan perempuan lainnya. Tapi, sejak bertemu dengan Sena, pelan-pelan perasaanku berubah. Aku bisa tersenyum lagi karena ada Sena.” Oshima menarik napas sesaat lalu menepuk pelan punggung perempuan itu. “Aku sudah bicara baik-baik dengan wanita itu. Lalu dia pergi.”
            “Benarkah?” Suara Sena Serak.
            “Ya.” Oshima mengangguk. Ia melepas pelukannya dan memperbaiki rambut Sena yang hampir menutupi wajahnya.
            “Kamu suka aku?” Sena memastikan.
            “Ya.”
            “Jadi, ke kebun binatang…”
            “Ya. Ayo kita ke sana berdua. Kita akan pergi kebanyak tempat bersama.”
            Sena tersenyum bahagia. Wajahnya yang sembab itu bersemi dalam senyumannya dengan Oshima tergambar dalam cahaya matanya.
            “Terima kasih sudah mengenalkanku ada perasaan yang lembut.” Setelah itu, Oshima berkata seperti itu, sambil tersenyum dengan lembut. Selembut warna merah muda bunga Sakura yang mekar mempercantik kota Tokyo di bulan Maret. Sebuah cerita cinta terukir semanis warna merah muda yang melambangkan cinta dan kasih sayang.



No comments:

Post a Comment

Leave comments here!