Bulan Februari telah berlalu. Tak terasa, sekarang bulan
Maret pun hampir berakhir. Setiap sudut-sudut kota Tokyo yang dulunya beku
penuh dengan salju yang bening, kini telah mengalir pergi mendatangkan bunga
merah muda yang bermekaran. Baju dan jaket tebal yang dulu menemani Sena kemana
pun ia hendak pergi, kini tersimpan dengan rapi di pojok lemarinya. Ia tak
perlu lagi bersembunyi dalam gemetarnya saat angin musim dingin berhembus.
Matahari terlihat gagah menyinari kota itu. Bahkan langit
biru pun terlihat bersih tak berbekas oleh awan. Sena tersenyum sesekali. Ia
sangat senang musim semi telah datang. Kehangatan itu, nyatanya telah
menyelimuti hatinya. Siapa yang akan tahu, mungkin saja bulan ini akan membawa
cerita lain untuknya.
“Kau akan pergi sekarang?” Ryuta berdiri di ambang pintu
sambil memperbaiki letak jepitan di rambut Sena.
“Ya. Aku akan terlambat jika tidak pergi sekarang. Doakan
aku ya!” Katanya sambil meletakkan kedua tangannya di dada. Hari itu, Sena akan
pergi ke sebuah acara kencan buta. Ryuta pun tidak menghalanginya dan
mendukungnya. Perempuan itu ingin mencoba peruntungan baru bulan ini. Ia tidak
ingin menghabiskan waktunya sendirian. Ia sudah mematok waktu dan umur agar
segera menikah.
“Baiklah. Berhati-hatilah.” Ryuta tersenyum. Ia lalu
melambai saat melepas kepergian gadis itu. Perempuan tua itu berharap, kali ini
Sena bisa mendapatkan laki-laki yang diinginkannya.
Sena berdiri tepat di depan Taman Ueno. Taman itu berisi
berpuluh-puluh pohon Sakura yang belum semuanya mekar secara sempurna. Mereka berjanji
akan bertemu di tempat itu. Sena berdiri sambil menendang-nendang bebatuan yang
ada di sekelilingnya dengan pelan. Laki-laki itu pun datang tanpa membuatnya
harus menunggu lama.
“Maaf terlambat. Aku Oshima. Aku adalah seorang Karyawan
di sebuah Perusahaan Swasta. Kamu Sena kan?” Laki-laki itu langsung
mengenalinya. Ia menundukkan punggungnya sesaat menghadap Sena.
“Ah, aku Sena Misuzuki. Aku adalah seorang guru TK. Salam
kenal.”
Mereka menghabiskan waktu bersama. Berjalan mengitari
taman bunga sakura yang lembara demi lembarnya perlahan mekar di setiap ujung
tangkainya. Jepang terlihat berwarna saat musim semi tiba. Langitnya yang cerah
seolah memberitahukan pada dunia bahwa itulah yang dirasakan oleh Sena
sekarang.
Mereka berbincang banyak hal. Tentang pekerjaan, hobi,
hal yang disukai ataupun tentang makanan. Sena banyak tertawa ketika ia
berbicara dengan Oshima yang selalu menyelipkan candaannya di dalam setiap
obrolan yang ia tawarkan. Walaupun, kenyataannya, Oshima tidak ikut tertawa dan
hanya tersenyum sesekali. Oshima adalah laki-laki yang tidak begitu suka
tertawa dan lebih terkesan dingin. Satu hal yang mempertemukan keduanya adalah
keduanya sama-sama ingin mencari pendamping hidup untuk masa depan.
“Hei, kita pacaran saja yuk!” Suara lantang Sena
terdengar diikuti oleh oleh angin yang bertiup perlahan diantara keduanya.
Oshima terlihat kaget namun ia bersikap biasa. Wajahnya memang memerah. Ia bukannya
ingin menolak, ia ingin mengatakan iya karena sejujurnya ia pun menyukai
perempuan yang sekarang berdiri di depannya.
“Kok cepat sekali sih? Kita bahkan baru bertemu belum
cukup sehari. Jangan-jangan kamu bersimpati padaku karena gagal dalam
pernikahanku ya?” Oshima bertanya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak
gatal.
“Tidak.” Perempuan itu menggeleng. “Hanya saja… Oshima
membuatku berdebar-debar.” Benar saja, kata orang saat kau jatuh cinta, hatimu
akan berdebar-debar dan tak bisa kau tahan ketika ia seperti ingin keluar dari
tempatnya. Itulah yang dirasakan oleh Sena sekarang. Walaupun terbilang cepat,
namun itulah kebenarannya.
Oshima tertawa. “Memangnya kalau membuatmu berdebar, aku
harus jadi pacarmu?” Ia tersenyum. Senyuman tulus yang berbeda dengan
senyumannya sebelumnya. “Boleh saja.”
Wajah Sena memerah. Ia tak menjawab. Hatinya bahkan
terasa hangat sekarang. Mungkin, hatinya yang dulu beku kini telah hangat dan
bersemi. Ada bunga-bunga cinta yang bermekaran di dalam hatinya. Senyuman Oshima
yang seperti itu sangatlah luar biasa. Sena berpikir, berada di sisinya
membuatnya ingin melihat senyuman seperti itu lagi.
Hari-hari berlalu, pertengahan musim semi membuat
hubungan mereka semakin baik. Setiap harinya mereka selalu saling berhubungan
baik itu melalui telepon, jejaring sosial ataupun secara langsung bertemu
setelah selesai bekerja. Hari-hari Sena terlihat lebih baik sejak mengenal
Oshima. Rasanya menyenangkan ketika bersama Oshima.
Sena memutuskan untuk mengenal Oshima lebih dekat. Ia
sering mendengar Oshima yang bercerita tentang Apartemennya. Ia pernah bilang
pada Sena bahwa ia tinggal sendirian. Sena ingin sekali mengenal lebih banyak
tentang Oshima. Sampai akhirnya ia mengatakan pada Oshima, “Kapan-kapan aku
ingin main kerumah Oshima.” Katanya lalu menyesap kopinya yang mulai dingin di
cangkir kertas dalam genggamannya.
“Boleh saja. Bagaimana kalau setelah ini? Kita makan
malam di Apartemenku. Aku ingin membuatkan Ramen untukmu. Kau tentu akan
terkejut jika tahu aku pandai memasak.”
“Benarkah?” Sena terlihat senang. Setelah menghabiskan waktu di sebuah Kafe di
dekat tempat kerja Sena untuk beristirahat sejenak. Mereka menyetop Bis menuju
Apartemen Oshima di kawasan Beika.
Sesampainya di sana, Oshima mengajak Sena masuk dan
menyuruhnya duduk di ruang tengah Apartemennya yang tidak begitu besar. Ukurannya
hanya seukuran kamar tidur. Sebuah sofa berwarna coklat tepat di depan TV
Plasma. Sena meletakkan Tas selempangnya di sofa lalu mengikuti Oshima menuju
dapur. Benar saja, Oshima memang pandai memasak. Perlahan, aroma kuah ramen
yang kental itu mengepul seisi Apartemen mebuat perut Sena keroncongan tidak
sabar untuk menyicipi.
TING TONG.
Bel Apartemen Oshima berbunyi. Sena menawarkan diri untuk
membuka pintu. Oshima pun mengiyakan. Sena terkejut sesaat begitu membuka pintu
Apartemen dan menemukan seorang wanita berdiri tepat di depannya. Perempuan cantik
berambut pendek sebahu. Nama Oshima perlahan ia ucapkan dari bibirnya dengan
pelan.
Belum sempat Sena memanggil Oshima, laki-laki itu sudah
berdiri tepat di depannya. Siapa dia? Hati Sena bertanya-tanya.
“Maaf mendadak..” Ia mulai merangkai kata. “..Aku
melihatmu masuk bersama gadis itu, ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
Tangannya gemetaran. Sena melihat itu dengan jelas. Tatapan mata Oshima
memandang kosong ke arah perempuan yang berdiri di depannya. Raut wajahnya
bahkan berubah dan tidak lagi sesenang sebelumnya.
“Aku tidak ingin bicara denganmu.” Oshima mengatakannya
dengan keras. “Jangan pernah datang ke sini lagi.” Katanya lalu menutup pintu. Perempuan
itu sempat menahannya namun Oshima sama sekali tidak memperdulikannya.
“Oshima…” Sena bergumam memanggil namanya.
“Dia tunanganku. Aku sudah putus dengannya. Aku serius.”
Oshima duduk di belakang pingu masuk Apartemennya sambil memijit-mijit dahinya
yang tidak sakit. Ia menyembunyikan wajahnya dari Sena. Sena tahu betul itu.
Dia orang yang dulu kusukai. Tapi, sekarang tidak ada
hubungan apa-apa lagi diantara kami. Ucapan Oshima masih saja terdengar di
telinga Sena. Perempuan itu meninggalkan Apartemennya dan pergi mengejar
perempuan itu. Oshima bahkan meminta Sena agar pulang saja. Sesaat, Oshima
melupakan kehadiran Sena, kekasihnya.
Sena menemukan perempuan itu dari kejauhan. Ia menahan
lengannya saat wanita it uterus melangkah dan tak berhenti. “Anu, bisa tolong
ceritakan tentang Oshima padaku.” Sena berharap.
Perempuan itu bernama Ichika. Ia bekerja sebagai
sekertaris di perusahaan yang sama dengan tempat kerja Oshima. Oshima jatuh
cinta pada pandangan pertama dengannya. Mereka lalu berpacaran diam-diam selama
kurang lebih 4 tahun lalu memutuskan untuk bertunangan. Tapi, ternyata wanita
itu juga berhubungan dengan Bos Oshima. Mereka bahkan sudah merencanakan akan
menikah dan wanita itu meninggalkan Oshima. “Semuanya salahku. Aku menyukainya
tapi tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku telah melukai perasaan Oshima. Tapi,
sampai sekarang aku masih menyukainya.” Wanita itu menangis di depan Sena. Sena
tak kuasa menahan air matanya. Ia pun menangis tanpa ia sadari. Oshima juga,
saat ini pasti sedang memikirkan perempuan ini. Tapi, aku sama sekali tidak
punya niat untuk menyalahkan Oshima.
Keesokan harinya sepulang dari bekerja, Sena mengajak
Oshima mengunjungi sebuah tempat di Shibuya. Sesaat diantara mereka udaranya
berubah dingin. Tidak sampai Oshima memulai pembicaraan. “Kupikir hari ini aku
tidak bisa mengobrol dengamu.”
“Bicara apa sih? Memangnya kenapa?” Sena memaksakan
seulas senyuman di bibirnya.
Lama Oshima terdiam sebelum akhirnya ia menjawab. “Hari
minggu nanti kita pergi ke kebun binatang, yuk. Aku belum pernah ke sana. Ke akuarium
atau ke taman bermain. Mulai sekarang, aku akan sering-sering pergi bersama
Sena.”
Sena menerawang jauh ke langit biru diterpa cahaya sinar
matahari yang menyilaukan. Tidak boleh Oshima. Kamu tidak boleh membohongi
perasaanmu sendiri. Kamu tidak perlu memikirkan aku. Karena aku….. baik-baik
saja. Sena berusaha untuk meyakinkan hatinya.
Setelah kereta listrik berhenti tepat di Shibuya. Sena
duduk sejenak di bangku panjang sambil meregangkan kakinya. Ia lalu menawarkan
jus pada Oshima dan pergi meninggalkan laki-laki itu sebentar untuk membeli jus
tidak begitu jauh dari tempat Oshima duduk. Sena melihat dengan jelas kemana
mata Oshima mengarah. Langsung menemukannya ya. Hatinya terasa perih. Jelas
saja, walaupun di keramaian sekalipun, Oshima tentu akan mengenali sosok Ichika
dari kejauhan.
Sena terlihat lemas. Ia melihat Oshima berjalan ke arah
perempuan itu. Bahkan punggungnya pun terlihat pergi menjauh tanpa ia tahan
sedikit pun. Aku tidak akan menunggumu, hatinya berkata lirih.
Oshima bertanya kepada Ichika sedang apa dia di tempat
itu. Oshima terlihat kaget begitu mendengar jawaban dari Ichika. Ia menoleh
kebelakang berlari menerobos sekumpulan orang yang lalu lalang. Namun, sayang
ia tidak menemukan Sena di sana. Perempuan itu pergi meninggalkannya. Gadis
itu, Sena-chan ingin aku bertemu denganmu sekali lagi.
Sena menangis tersedu-sedu. Ia merasa kehilangan. Hatinya
bahkan terasa perih. Ini yang terbaik. Senalah yang memaksa masuk ke dalam
kehidupan Oshima. Ia berpikir, pasti hanya sedikit perasaannya tersampaikan
padanya. Perempuan itu merenung. Suara Oshima terus teriang di telinganya. Ucapannya
yang mengatakan kenapa ya? Padahal tidak
melakukan apa-apa. Tapi, rasanya menyenangkan bersama Sena.
Sejujurnya, Sena ingin saat ia menemukan gadis itu,
Oshima tak perlu pergi menemuinya. Ia ingin Oshima berkata “Apa sih? Yang kusukai
itu kamu.” Akan tetapi, tak sesuai harapannya. Laki-laki itu justru pergi
meninggalkannya tanpa sepatah kata pun. Sena masih menangis terisak ketika
laki-laki itu berdiri tak jauh dari tempatnya berjongkok. Oshima melihat
punggung perempuan itu bergetar menahan tangisannya yang tak tertahankan.
“Permisi. Bisa membantuku? Aku sedang susah. Aku punya
pacar, tapi aku malah melupakannya. Lalu dia menghilang.” Oshima berjalan
mendekati Sena. “Gadis itu. Hanya demi aku, dia berbicara dengan mantan
tunanganku, lalu mempertemukan kami lagi. Awalnya, aku belum tahu siapa yang
paling berharga untukku. Saat itu, barulah aku sadar. Gadis itulah yang paling
berharga untukku.”
Sena menangis sejadi-jadinya. Oshima meringkuk mendekati
perempuan itu lalu mendekapnya dengan hangat dan membiarkannya menangis di
pelukannya. Kehangatan musim semi dapat dirasakan Sena saat itu. Keberadaan Oshima
jelas saja memberikan warna baru dalam hidupnya. Baru saja ia merasakan cinta. Ia
berharap, cinta tak pergi dengan cepat meninggalkannya. Hatinya baru saja
menemukan tempat bernaung di hati laki-laki itu.
“Sejak berpisah dengan perempuan itu, aku takut menjalin
hubungan lagi dengan perempuan lainnya. Tapi, sejak bertemu dengan Sena,
pelan-pelan perasaanku berubah. Aku bisa tersenyum lagi karena ada Sena.”
Oshima menarik napas sesaat lalu menepuk pelan punggung perempuan itu. “Aku
sudah bicara baik-baik dengan wanita itu. Lalu dia pergi.”
“Benarkah?” Suara Sena Serak.
“Ya.” Oshima mengangguk. Ia melepas pelukannya dan
memperbaiki rambut Sena yang hampir menutupi wajahnya.
“Kamu suka aku?” Sena memastikan.
“Ya.”
“Jadi, ke kebun binatang…”
“Ya. Ayo kita ke sana berdua. Kita akan pergi kebanyak
tempat bersama.”
Sena tersenyum bahagia. Wajahnya yang sembab itu bersemi
dalam senyumannya dengan Oshima tergambar dalam cahaya matanya.
“Terima kasih sudah mengenalkanku ada perasaan yang
lembut.” Setelah itu, Oshima berkata seperti itu, sambil tersenyum dengan
lembut. Selembut warna merah muda bunga Sakura yang mekar mempercantik kota Tokyo
di bulan Maret. Sebuah cerita cinta terukir semanis warna merah muda yang melambangkan cinta dan kasih sayang.
No comments:
Post a Comment
Leave comments here!