Tuesday, November 17, 2015

KARENA MEMILIH, BELUM TENTU MEMBAHAGIAKAN - Hanna Enka [ #KompetisiMenulis #KeputusanCerdas ] - NulisBuku & Cekaja.com



            TIT TIT TIT!
            Suara alarm dari ponsel milik Dania menggelegar di seisi ruangan tepat pagi-pagi buta. Suara adzan di mesjid pun belum terdengar, namun gadis itu sudah bangun dari lelapnya dan bergegas melipat lengan baju untuk bekerja.
Tak banyak yang paham betul dengan peran seorang perempuan, apalagi jika mereka sudah berstatus sebagai seorang istri. Malah, bagi Dania – yang menikah di usia dua puluh tahun itu – seringkali dilanda rasa penasaran, ingin tahu, apakah ada yang bisa disandingkan dengan peran seorang wanita di dunia?
Dania melirik jam dinding di ruang tengah. Ia melangkah maju dengan sudah memperhitungkan setiap detiknya. Sebelum suaminya dan anak-anaknya terbangun, seluruh pekerjaan harus benar-benar rampung.
Mulai dari membersihkan rumah, mengatur pakaian kerja suami, menyiapkan air hangat untuk mandi anak, menyiapkan sarapan, mencuci baju, membersihkan urusan dapur, dan tentu saja, sebelum akhirnya membangunkan suami dan anak-anaknya seperti yang selalu ia lakukan setiap pagi.
Bayangkan, pekerjaan yang harus dilakukan oleh Dania dan mungkin hampir seluruh wanita yang mendapat gelar Ibu rumah tangga ini harus dilakukan setiap hari, setiap jam, setiap detik, dan tentu saja seumur hidup. Apakah ada yang bisa disetarakan dengan pengabdian seorang Ibu di dunia?
Dua puluh tahun, adalah usia yang masih sangat belia. Namun, Dania harus bertanggung jawab pada hidup yang ia pilih. Tentang cinta yang ia jadikan keputusan, bukan menyesali setiap langkah yang telah ia ambil.
Suami Dania adalah seorang kontraktor yang merangkap menjadi konsultan di sebuah perusahaan pembangunan. Usianya hanya beda terpaut tiga tahun lebih tua darinya. Usia yang masih sangat belia untuk membina status sebagai seorang kepala rumah tangga.
Setiap hari, Tara – suami Dania – harus berangkat pagi-pagi sekali ke lokasi kerja untuk melakukan peninjauan pekerjaan oleh pekerja bangunan lainnya. Tara juga harus berangkat ke kampus untuk menyelesaikan studinya yang diambang masa DO. Di malam hari, laki-laki itu juga tidak selalu bisa pulang ke rumah seperti Ayah kebanyakan. Tara harus menyelesaikan berbagai pekerjaan gambar bangunan dan menghitung rencana anggaran yang tentu saja, butuh perhatian yang teliti agar tidak salah.
Itulah tanggung jawab. Menikah di usia muda bukan berarti harus menggantungkan diri hidup kepada orang tua. Dua anak yang sedang menjadi tanggung jawab Dania dan Tara, tentu saja membuat keduanya harus lebih dewasa dalam menapaki hidup. Ini bukan lagi tentang cinta yang terjadi di antara keduanya. Yang membuat Dania dan Tara memilih hidup bersama. Tetapi, ini adalah tentang cinta, bagaimana memberikan hidup yang layak kepada kedua putri mereka.
“Aku berangkat kerja dulu, ya.” Tara mengecup kening Dania sembari memasang tas di bahu kirinya.
“Hati-hati ya, Mas. Kalau bisa pulang, singgahlah dulu ke rumah untuk menengok anak-anakmu.” Pesan Dania. Selalu sama setiap harinya.
Ini baru permulaan. Terkadang, Dania sering menuntut waktu Tara yang tak pernah bisa dibagi adil antara untuk dirinya, anak-anaknya dan pekerjaannya. Seringkali, Dania merasa Tara melupakannya dan selalu berpikiran, kalau mungkin cinta laki-laki itu terhadapnya telah berubah.
Hidup, tentu saja tentang uang. Segala sesuatu di dunia ini, semua dihitung dengan nilai materi. Hidup tidak hanya tentang dua kasih, tentang cinta atau tentang kebersamaan yang tiada akhir. Kehidupan yang selalu serba materi ini, menuntut manusia untuk lebih dewasa dalam menjalani hidup. Bekerja, adalah upaya manusia untuk bertahan dari yang namanya perjalanan keras kehidupan.
Dania selalu berpikiran untuk bekerja. Ia ingin membantu suaminya untuk menghasilkan uang agar seluruh waktu Tara tidak tersita di luar sana untuk menguras tenaga, keringat dan lelahnya. Namun, Dania bisa apa? Dua anak perempuannya masih berusia dua tahun dan setahun. Belum bisa ditinggal. Apalagi untuk dititipkan. Tidak akan ada yang mau menjaganya. Walaupun ada, sebagai seorang Ibu, Dania tidaklah tega. Mengingat, orang tua yang paling baik mengurusi anak, adalah orang tua kandung dari anak itu sendiri.
Teringat dulu sekali, Dania sama seperti anak perempuan kebanyakan. Yang punya impian menjadi seorang istri idaman, disebut “Bunda” oleh anak-anaknya dan tentu saja, menjadi Ibu yang sepenuh waktunya untuk membagi kasih ke buah hatinya. Mimpi itu, bahkan hingga kini, belumlah mati. Dania ingin menjadi bagian dari tumbuh kembang anak-anaknya. Sebagaimana, dirinya tumbuh dengan baik dibesarkan oleh Ibu dan bapaknya.
Tara boleh jadi tidak selalu ada di sekitar kedua putrinya. Mengingat, Tara harus memperjuangkan hidup mereka berempat dengan mencari nafkah yang mencukupi. Sekiranya, Dania harus lebih dewasa walau ia tahu itu bukanlah pilihan dan hal yang mudah. Dania harus berperan menjadi dua karakter – Ayah dan Ibu sekaligus.
Apalagi yang kurang dari peran seorang wanita?
Mereka bahkan bangun lebih awal ketika semua orang masih asik terlelap. Tidak hentinya bekerja dalam sehari, setiap waktu dan seumur hidupnya. Bahkan, di malam hari, tidur mereka jauh dari kata nyenyak dan nyaman karena harus selalu terjaga menjaga anak-anaknya yang masih bayi. Dania bahkan tidak pernah meletakkan harapannya kepada Tara untuk menggantikan posisinya. Ia mengerti, bahwa Tara pun lelah dari kerjanya selama seharian. Jika Tara pulang ke rumah, Dania akan membiarkan laki-laki itu terlelap dengan nyaman. Paling tidak cukup untuk membalas semua lelahnya dengan istirahat.

***




Sumber: Google.com


Seiring waktu, kebutuhan hidup akan selalu bertambah. Apalagi, sebagai seorang wanita, Dania sama dengan semua anak perempuan lainnya di luar sana. Ingin merasakan hal-hal yang membahagiakan, seperti pergi merawat diri ke salon, berbelanja barang-barang kecantikan, tas, baju, sepatu dan menghabiskan waktu jalan-jalan berdua dengan Tara – suaminya.
Namun, tahukah? Di antara keinginan seorang perempuan selalu saja ada perbandingan terbalik dengan kondisi yang terjadi di depan mereka.
Hidup Dania selalu penuh dengan perhitungan. Kiranya, semua wanita yang sudah menjadi Ibu pastilah mengerti dan mengalami hal yang sama. Seringkali, Dania ingin sekali membeli sesuatu. Harga yang mahal, juga selalu membuat Dania berpikir dua sampai seratus kali untuk mengutarakannya kepada Tara.
Aku tidak pernah meminta. Jadi, kalau kali ini meminta, tidak masalah, bukan? Pikirnya begitu.
Bila dibandingkan dengan pengabdiannya mengurusi rumah, suami dan anak-anaknya, rasanya, hitungan harga dari barang yang ia inginkan tidak pernah sebanding. Dan akan sangat tidak adil rasanya jika Tara sampai tidak mau memenuhi keinginan Dania yang sangat mau memiliki benda tersebut.
Tentu saja, Tara mengerti dengan apa yang dimaksudkan Dania. Tara juga tidak pernah lupa, bahwa ia bekerja untuk membahagiakan istrinya dan menghidupi keluarga kecilnya. Janji Tara, akan memenuhi keinginan Dania. Tara akan memberikan uang untuk Dania membeli keinginannya. Bukankah itulah cinta? Kerja kerasnya yang gigih dan mempertimbangkan keinginan Dania adalah bentuk lain dari rasa cintanya di antara sekian ratus kesibukannya di luar sana.
Tara jarang pulang ke rumah. Dan Tara jarang menghabiskan waktu untuk Dania. Dania tentu saja selalu merasa kesepian. Mengurusi anak-anak tentu tidaklah mudah. Dan, tekad Tara sudah bulat akan mengusahakan uang demi memenuhi keinginan istrinya.
Beberapa waktu setelahnya, Tara kembali dengan wajah berseri-seri. Ia pulang ke rumah dengan membawa kabar baik untuk Dania. Betapa senang hati Dania karena Tara memberikannya uang untuk membeli keperluan yang Dania inginkan. Jumlahnya besar, bahkan lebih besar dari uang belanja sehari-hari yang sudah dipisahkan oleh Tara sebelum diberikan kepadanya.
Lantas, apakah Dania bahagia?
Dania duduk di pinggir tempat tidur. Ia masih memegang beberapa lembaran berwarna merah itu. Ia kembali berpikir. Meninjau kembali niat akan keinginannya.

Apakah aku akan bahagia jika membeli semua yang aku inginkan?

Dania melirik kedua putinya yang sedang asik bermain bersama di ruang tengah. Lalu, ia merenung.

Hidup kami memang masih jauh dari kata mapan. Aku adalah perempuan. Menjadi Ibu rumah tangga dengan pekerjaan tiada akhir tentu membuatku selalu ingin memperbaiki tampak diri yang kusam agar bisa terlihat secantik perempuan lain di luar sana. Namun, hati nuraniku sebagai seorang wanita, selalu perhitungan akan setiap keinginanku. Lihatlah, anak-anakku! Pakaian mereka sudah tua. Bahkan, sudah kekecilan. Lihatlah mereka. Ayahnya jarang pulang. Akan lebih baik jika uang yang diberi ini kupergunakan untuk membawa mereka bermain, jalan-jalan untuk menyenangkan hati mereka.
Memenuhi keinginanku juga belum tentu aku akan puas. Uang ini akan habis begitu saja dan belum tentu beberapa waktu ke depan aku masih akan senang dengan barang-barang yang aku beli itu. Manusia sangat cepat bosan. Keinginannya selalu hanya tentang lapar mata dan belum tentu dibutuhkan. Dengan ini, aku bisa menggunakannya untuk hal-hal yang lebih berguna. Aku juga bisa berbagi dengan Tara. Tentu dia juga punya kebutuhan yang belum terpenuhi karena materi untuk hidup tidak pernah selalu cukup sesuai dengan keinginan.

Uang tentu saja tidak bisa membeli kebahagiaan. Untuk apa memiliki uang yang banyak, membeli semua hal yang kita senangi yang dipajang di etalase dunia, jika hanya untuk memenuhi kepuasan sesaat yang belum tentu akan bertahan selamanya?
Waktu kita mungkin lebih banyak terkuras dengan bekerja. Memenuhi materi dari tuntutan hidup yang tidak sedikit dan tiada akhirnya. Namun, bukan berarti kita bisa hidup dengan semaunya. Mencari uang itu tidak mudah. Tidak seperti menghabiskan uang, yang bisa dilakukan dalam semalam.
Banyak kebutuhan lain yang menuntut kita untuk lebih irit dalam mengeluarkan uang dalam berbagai hal yang penting. Termasuk tentang cinta. Cinta bukan hanya tentang Dania dan Tara. Tetapi, cinta adalah tentang mereka – beserta anak-anaknya.
Waktu yang terbatas, kebutuhan hidup yang terus menuntut, hendaklah membuat kita lebih bijak untuk mengolah hasil dari kerja keras yang kita dapatkan. Kebahagiaan itu tidak selalu berbau materi, dengan berpikir untuk peduli dan perhatian terhadap sekitar, kita sudah menebarkan benih cinta yang bunganya bisa mekar kapan saja di waktu-waktu sulit lain yang mungkin saja datang tanpa terduga.

***

Di usia muda seperti ini, Dania pun tidak lengah. Ia juga mulai membina dirinya untuk bisa bekerja secara mandiri tanpa harus bergantung dan banyak berharap dari Tara. Perempuan, dia mengabdi dengan setia. Namun, bukan berarti mereka menyerahkan hidup mereka sepenuhnya kepada laki-laki.
Banyak pemberitaan yang menjelaskan, bahwa wanita yang tidak bekerja tidak akan punya tabungan untuk hidupnya selama ke depan. Bukan berpikiran buruk terhadap Tara, tetapi Dania ingin menjadi perempuan yang cermat dengan mempertimbangkan segala kemungkinan terburuk.
Dania memanfaatkan perkembangan teknologi dengan mencari pekerjaan yang memungkinkan untuknya yang bisa ia lakukan dari rumah. Dan, tidak banyak pekerjaan yang memang memberi penawaran yang serupa. Beruntung, Dania punya bakat dalam dunia menulis. Daripada ia bekerja dengan meninggalkan anak-anaknya, pulang dalam waktu yang tidak menentu dan belum tentu bisa membagi waktu dengan adil antara karier, anak-anak dan suaminya, maka Dania memanfaatkan bakat yang ia miliki.
Di sela-sela waktu Dania yang senggang, saat anak-anaknya terlelap, Dania produktif dengan meluangkan waktu dua jam setiap harinya untuk menulis. Hasilnya, Dania berhasil menyelesaikan naskah yang bisa ia tawarkan ke penerbit. Tidak hanya itu, selaku Ibu rumah tangga yang cermat, Dania tidak hanya memanfaatkan media sosial untuk berkicau banyak hal yang berserakan kata dan bahasa. Tetapi, ia juga memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh beberapa media yang bergerak dalam dunia literasi untuk mengikuti sayembara menulis dengan berkompetisi memperebutkan hadiah yang terbilang tidaklah begitu, wah.
Paling tidak adalah, Dania mengerti yang namanya usaha dan tidak takut untuk mencoba. Bukan menuntut hasil yang tidak sesuai keinginannya, tetapi lebih daripada bagaimana dirinya menempa kemampuannya agar tidak dimakan oleh waktu.
Impian Dania, bukanlah menjadi seorang wanita yang hanya bisa bergelut dengan urusan bersih-bersih maupun urusan dapur. Ia tidak ingin profesinya membunuh impiannya. Maka inilah Dania, dari dukungannya terhadap suami yang ingin membantu keuangan keluarganya dan juga dari dukungan Tara yang membiarkan Dania menjadi apa yang ia inginkan, Dania berhasil membangun pribadi yang lain di dalam dirinya sendiri.
Dania mengerti akan susahnya mencari uang dan mengerti akan pentingnya kerja sama. Tidak hanya itu, Dania juga tidak mengesampingkan perannya sebagai Ibu dan sebagai seorang istri. Dania tidak melupakan segala tanggung jawabnya.
“Ayah!” Dania berlari ke luar membuka pintu masuk begitu mendengar suaminya pulang pagi-pagi. Langsung saja Dania menghambur ke pelukan Tara.
“Ada apa ini?”
“Ayah, naskah Dania akan segera diterbitkan.”
Tara tersenyum lebar. Betapa bangganya menjadi laki-laki yang bisa merasakan impian orang yang dicintainya tercapai. Usaha keras Dania yang ia lalui dengan langkah tidak mudah itu akhirnya terwujud sudah.
“Selamat ya.” Tutur Tara kemudian sembari mengecup kepala Dania dengan lembut.

Percayalah, memilih belum tentu menjadi pilihan yang baik. Di antara cinta dan uang selalu ada pengertian, pertimbangan dan perhitungan yang menjadikan manusia lebih dewasa dalam berpikir tentang hidup. Uang mungkin bisa memberikan kita jarak. Bisa membuat cinta kita jauh. Namun, uang tidak bisa menjadi alasan untuk kita selalu pasrah akan keadaan.
Ada kalanya, kita harus bergerak. Mencari solusi untuk mendapatkan yang terbaik di antara dua pilihan.
Yakinlah, uang tidak akan mampu membeli kebahagiaan. Walaupun, segala hal yang memberi kebahagiaan tentu saja dibayar dengan uang. Namun, cinta dan kebahagiaan manusia itu adalah satu. Perhitungan dan pengorbanan yang kita beri dengan adil akan kembali dengan lebih baik kepada kita nantinya.

Serupa Dania, dia berhasil mewujudkan mimpinya. Menjadi penulis besar. Dia pun dapat memenuhi keinginannya. Membeli semua yang ia mau. Membantu Tara dalam menabung uang untuk anak-anak dan hidup mereka ke depannya. Dan tentu saja, tanpa mengurangi takaran cinta untuk suami dan anak-anaknya.

***


BLOG POST INI DIIKUT SERTAKAN DALAM KOMPETISI MENULIS CERPEN
#KeputusanCerdas



YANG DISELENGGARAKAN OLEH WWW.CEKAJA.COM DAN NULISBUKU 

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!