Saturday, April 4, 2015

Bercerai lebih baik?

Mungkin, lama kiranya aku tak mengecoh di tempat ini. Tempat satu-satunya yang merupakan teman dari seorang Alex Rover untuk berkeluh kesah dalam zona nyamannya yang tak akan bisa ditemukan oleh siapa pun.

Tentang bagaimana sosok sang penulis, yang mencintai banyak petualangan namun ternyata tak pernah merasakan petualangan itu sendiri. Kadang, aku merasa, apakah sekarang aku tidak bisa memutuskan ketika perjalanan dalam cerita itu justru aku alami nyata dan terasa dari ujung telapak kakiku hingga ujung rambutku? Lantas aku bisa apa?

Ada banyak hal yang aku sesali hidup di dunia. Salah satunya adalah, munculnya keraguanku akan kepercayaanku kepada Tuhan. Bukan karena dangkal imanku atau jauh aku tertinggal dari amal ibadahku. Tetapi, tentang bagaimana Tuhan menuliskan kisahku dalam buku catatan takdir miliknya.

Begitu rapuh bukan?

Aku tidak pernah mengerti apakah menjadi orang baik merupakan pilihan ataukah sesuatu yang sudah ditanamkan di dalam jati diri kita semasa dianugerahi hembusan napas. Aku lelah. Sejak aku lahir di dunia. Aku tak pernah merasakan yang namanya kebahagiaan dan hakku sebagai manusia.

Aku punya suami. Yang pikirku akan bisa menjadi tempat setiap hal untuk kutempati berkisah. Nyatanya? He isn't there. And he becomes a bear, that can kill me slowdown!

Bila Tuhan ada, tentu banyak hal bisa berubah menjadi lebih baik bukan?

Teringat, tentang kisah pada event dialog muda yang aku ikuti tempo hari. Mungkin bukan semacam naskah dialog yang membahas studi kasus. Tepatnya adalah semacam pengakuan dari kejadian yang terjadi di dalam hidupku.

Orang tua, Ia sholat lima waktu, membaca kitab suci dan merasa sudah melakukan semua yang diperintahkan oleh Tuhan. Tetapi, menurutku, masih bisa berbuat dosa. Apa? 

Buktinya, Ada orang tua yang melakukan pelecehan seksual kepada anaknya sendiri. Apa gunanya beriman? Toh belum tentu menjamin kau orang yang baik.

Bandingkan, bila aku memilih untuk menjadi orang baik Tetapi Tuhan menghukumku dengan cara keji seperti ini. Apa benar dia ada? Masih banyak orang lain yang berbuat dosa diluar sana, Tetapi mengapa bukan mereka yang mendapatkan perbuatan yg setimpal?

Aku membenci yang namanya cinta. Dulu, aku pernah mencintai, dan aku tahu rasanya tak terbalas. Lama aku menutup diri dari cinta. Berharap ada laki-laki yg mencintaiku sehingga aku bisa balas mencintainya.

Pernah sekali, aku tak bertemu dia. Tetapi, Ia sempat menjadi sosok yang kurasa orang yang tepat. Tiga tahun kujalani LDR dan hubungan kami cukup baik. Tapi apa mau di kata, segalanya terlihat semu dan mustahil.

Lalu, aku menyesali. Apakah Ia yang sekarang bersamaku mencintaiku? Ataukah hanya memanfaatkanku?

Aku perempuan. Lemah? Yang terhimpit dalam sebuah pernyataan tentang "pengabdian seorang istri, dan tentang surga yang berada di telapak kaki suamimu." Lantas, haruskah kita aku bertahan dalam penganiayaan? 

Ada banyak orang jahat di dunia. Bersembunyi di balik muka dua yang palsu. Sok baik di Depan Tetapi menusuk tepat di jantung dari belakang. 

Aku tak mengerti tentang bagaimana orang jahat yang menjahati orang dengan perbuatan baiknya yang busuk, lalu membalikkan keadaan dengan mengatakan bahwa aku yg iblis.

Dia, yang tak merestui, tak ada di saat kami akan menyatukan komitmen, kenapa kini muncul untuk mengacaukan hidupku? Ingin mengambil anak-anakku, seenak bibirnya bicara. Dia yg dulu mengusirku, seakan hanya Ia yang punya martabat. Dan Ia orang yang paling kubenci. Yang mau dihargai tapi tak ingin menghargai orang lain.

Belum lagi, Ia yang sok kaya. Padahal dililit hutang. Sok baik hanya karena berharap mendapatkan simpati atau kecipratan kebaikan dari orang lain. Hatinya busuk, bertingkah seolah Ia yg paling tinggi martabatnya. Yang menertawakan org di balik penderitaan dan Ia yang merupakan wanita pengunjing. Bukan hanya induknya, bahkan anak-anaknya pun tak jauh dari pohonnya. Sama. Manusia kotor yang menakutkan!

Aku kadang berdoa, bila Tuhan ada, bukankah Ia boleh menghukum mereka? Atau sekarang Tuhan pun hanya ilusi? Hingga orang baik menuai yang jahat dan yang jahat akan tetap berkibar.

AKU INGIN MATI. AKU INGIN BERPISAH. AKU INGIN DIBUNUH. AKU INGIN PERGI SEORANG DIRI KETEMPAT YANG JAUH. AKU LELAH!

Introvert? Iya, lalu? Banyak orang yang memaksa aku utk membaur, menjadi ekstrovert yang tak sadar kebanyakan adalah org yang suka memanfaatkan orang lain demi eksistensinya sendiri.

Aku ingin memulai hidup baruku sendiri. Seandainya, Tuhan ada. Ia bisa mempertemukan aku dengan orang yang benar-benar menyayangiku dan tak menimpakan kemalangan bertubi-tubi padaku. Ia dapat memberikan  aku orang tua yang benar-benar memperlakukan aku seperti anaknya. Bukan yang menyiksaku ketika tak kuturuti kemauannya walau kutau itu hina.

Aku berjuang seorang diri. Berdoa, bersandar adakah efeknya? Nihil.
Apa yang salah? Bahkan seorang Zainuddin pun Jaya karena Ia yang bekerja keras seorang diri dan itu adalah pikiran yang nyata. Lihat, Ia menempa agama namun Tuhan menghukumnya menjadi manusia yang sial. 

Benarkah ada Tuhan?

Mengapa begitu banyak orang jahat yang hidup bahagia dengan menyiksa orang lain? Sabar? Sampai dimana batas kesabaran.

Aku diam. Tiap kali dikatakan bahwa aku lah penyebab, mengapa suamiku tak menjadi apa yg org lain inginkan. Pertanyaannya, apakah aku mendapatkan perlakuan layaknya istri yang sesungguhnya?

Seakan mau mengutukku seperti malin Kundang. Lakukan saja, supaya sekalian. Orang baik itu terkena kutukan. Aku berharap punya keberanian utk membunuh orang. Atau keberanian untuk membunuh diriku sendiri.

Kadang walaupun ada cara halus, aku masih berpikir, betapa kasihan anak pertamaku bila aku tiada. Aku tak peduli dengan anakku yang lain. Karena aku pernah sekali berpikir, anak pertamaku lahir menyerupaiku karena dunia memberikan reinkarnasi agar aku kembali mencoba yang telah gagal. Yaitu, hidupku.

***

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!