Tuesday, May 19, 2015

BEFORE WE GO (Part - 2)


Lanjutan cerita dari (Riawani Elyta) di blog (riawanielyta.com)



Aku duduk di salah satu bangku Share Tea - sebuah kedai teh kecil yang berada di sekitar Fancy Gift Shop seorang diri. Sejak perdebatanku beberapa waktu yang lalu dengan Andra, kini aku lebih memilih bungkam dalam diam.

Tangan kananku sedang sibuk memainkan cinderamata pernikahan yang kupilih tanpa mendengarkan Andra memberikan saran sedikit pun. Menurut laki-laki itu, sepasang gantungan kunci berbentuk kupu-kupu yang kupilih sudah merupakan pilihan terbaik dari sekian banyak beraneka model cinderamata lainnya. Ia bahkan tak mengomentari, ketika aku sendiri hanya memilihnya asal-asalan agar ia mau menengok dan membantu aku tuk sibuk sedikit saja.

"Mestinya kan kamu bilang, ini terlalu kekanak-kanakkan, jadi kita bisa mencari yang lain yang lebih baik dari pilihanku." Aku memaki diriku sendiri.

Kulayangkan pandangan ke sekeliling, mencoba menemukan sosok Andra yang katanya pergi ke kamar kecil dan hingga kini belum juga kembali menampakkan diri. 

Kembali terhanyut aku dalam lamunan akan kesedihan. Aku mengangkat tangan kananku ke udara. Mengamati setiap ruas jari-jemariku yang terlihat lentik. "Apakah Andra tak lupa untuk menyiapkan cincin untukku?" Lagi-lagi aku berbicara sendirian. Aku mendesah dengan keras. Betapa sedihnya aku jika ternyata laki-laki itu bahkan belum menyiapkan cincin pernikahan kita.

Tak kusadari Andra telah kembali. Laki-laki itu berdiri tepat di belakangku. Ia lalu berjalan menghampiriku, tanpa suara dan tak kurasakan kehadirannya. Tanpa sadar ia sudah berlutut tepat di sampingku.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku kaget.

Aku merasakan Andra mengangkat telapak kakiku. Mengeluarkannya dari pengait heels. Seakan Andra tahu, sedari tadi aku memang menahan luka kakiku yang lecet akibat bagian belakangnya yang bergesekan dengan pengait heels karena sudah berjalan cukup lama sedari tadi. 

"Kau pasti lelah sudah berkeliling seharian." Ucap Andra sambil memasangkan hansaplast di kedua belakang kakiku.

Aku merasakan wajahku memanas. Desir hebat terasa lagi-lagi merasuk ke dalam hatiku. Itu terjadi tiap kali Andra melakukan hal-hal yang semacam ini, yang terbilang begitu jarang ia lakukan, mengingat Andra selalu cuek dan bertingkah seakan tak peduli padaku.

Aku dapat merasakan mataku memanas. Aku menggigit bibir. Dalam suara yang bergetar aku meluapkan semua yang menyesakkan hatiku.

"Aku tahu, komitmenlah yang lebih penting dari apa pun. Tapi, tidak bisakah kau serius sedikit dengan persiapan kita? Ini adalah momen pertamaku dan mungkin tak akan terulang seumur hidupku. Maka cobalah untuk berhenti bertingkah, seolah pernikahan ini hanya aku yang menginginkannya. Jika sekarang kau tak acuh, apa kau yakin komitmen antara kau dan aku di kemudian hari bisa kau jaga?". Tanpa menunggu Andra berkomentar apa pun, aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan menuju mobil meninggalkannya yang terdiam mematung.



Simak kelanjutan ceritanya di (putrisekarbc.blogspot.com) oleh (Sekar) @putrisekarbc

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!