Lanjutan cerita dari (Riawani Elyta) di blog (riawanielyta.com)
Tangan kananku sedang sibuk memainkan cinderamata pernikahan yang kupilih tanpa mendengarkan
Andra memberikan saran sedikit pun. Menurut laki-laki itu, sepasang gantungan
kunci berbentuk kupu-kupu yang kupilih sudah merupakan pilihan
terbaik dari sekian banyak beraneka model cinderamata lainnya. Ia bahkan tak
mengomentari, ketika aku sendiri hanya memilihnya asal-asalan agar ia mau
menengok dan membantu aku tuk sibuk sedikit saja.
"Mestinya kan kamu
bilang, ini terlalu kekanak-kanakkan, jadi kita bisa mencari yang lain yang
lebih baik dari pilihanku." Aku memaki diriku sendiri.
Kulayangkan
pandangan ke sekeliling, mencoba menemukan sosok Andra yang katanya pergi ke
kamar kecil dan hingga kini belum juga kembali menampakkan diri.
Kembali terhanyut aku dalam
lamunan akan kesedihan. Aku mengangkat tangan kananku ke udara. Mengamati
setiap ruas jari-jemariku yang terlihat lentik. "Apakah Andra tak
lupa untuk menyiapkan cincin untukku?" Lagi-lagi aku berbicara sendirian. Aku mendesah dengan keras. Betapa sedihnya aku jika ternyata laki-laki itu
bahkan belum menyiapkan cincin pernikahan kita.
Tak kusadari Andra telah kembali. Laki-laki itu berdiri tepat di belakangku. Ia lalu berjalan
menghampiriku, tanpa suara dan tak kurasakan kehadirannya. Tanpa sadar ia sudah berlutut tepat di sampingku.
"Apa yang kau
lakukan?" Tanyaku kaget.
Aku merasakan Andra mengangkat telapak kakiku.
Mengeluarkannya dari pengait heels. Seakan Andra tahu, sedari tadi aku memang menahan luka kakiku yang lecet akibat bagian belakangnya yang bergesekan dengan pengait heels karena sudah berjalan cukup
lama sedari tadi.
"Kau pasti lelah sudah
berkeliling seharian." Ucap Andra sambil memasangkan hansaplast di
kedua belakang kakiku.
Aku merasakan wajahku memanas. Desir hebat terasa lagi-lagi merasuk ke dalam hatiku. Itu terjadi tiap kali
Andra melakukan hal-hal yang semacam ini, yang terbilang begitu jarang ia
lakukan, mengingat Andra selalu cuek dan bertingkah seakan tak peduli padaku.
Aku dapat merasakan mataku memanas. Aku menggigit bibir. Dalam suara yang bergetar aku meluapkan semua yang menyesakkan hatiku.
"Aku tahu, komitmenlah yang lebih penting dari apa pun. Tapi, tidak
bisakah kau serius sedikit dengan persiapan kita? Ini adalah momen
pertamaku dan mungkin tak akan terulang seumur hidupku. Maka cobalah untuk berhenti bertingkah, seolah pernikahan ini
hanya aku yang menginginkannya. Jika sekarang kau
tak acuh, apa kau yakin komitmen antara kau dan aku di kemudian hari bisa kau jaga?". Tanpa menunggu Andra berkomentar apa pun, aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan menuju mobil meninggalkannya yang terdiam mematung.
Simak kelanjutan ceritanya di (putrisekarbc.blogspot.com) oleh (Sekar) @putrisekarbc
No comments:
Post a Comment
Leave comments here!