Tengok ke belakang, menyimak kisah semasa hidupku di masa lalu. Adakah salahku yang tak bisa engkau maafkan, Tuhan? Pernahkah aku jahat dan menyakiti orang lain sehingga kau beri aku cobaan yang sungguh tak sanggup lagi kulalui hingga kini?
Aku letih. Bersembunyi dalam senyum palsu yang membuatku terlihat seolah bahagia. Bukankah aku telah berkorban banyak hal? Termasuk, tentang kasih sayang orang tuaku yang juga ikut kubagikan padanya. Tetapi, mengapa? Sebegitu besarnya rasa egois dalam dirinya sehingga tak pernah bisa melihat setitik rasa kasihan terhadapku.
Mungkin benar. Kesalahan yang membuat kami hidup belum dalam kesiapan. Tetapi, bukankah itu juga yang harusnya membuat kita - setiap orangnya untuk lebih dewasa memaknai situasi? Bukankah sudah tak sama ketika dulu kita belum terikat?
Keluarga. Bukan keluarga ibu dan ayah. Tetapi keluarga kecil yang dibangun oleh kita - aku, dia dan dua anakku. Mengapa rasanya sampai mati pun tak akan ada kebahagiaan untukku kan terlahir?
Tuhan, siapa yang kusakiti sebegitu sadisnya hingga kau buat hatiku lemah, tertatih, terkoyak dan air mataku terus mengalir tiap aku mengingat semua hal yang sudah terjadi?
Teman-teman, apa yang sudah aku perbuat hingga Tuhan menghukumku seperti ini?
Aku selalu hidup membantu mereka yang bisa kubantu. Sekali pun itu membuatku repot. Adakah aku mengeluh? Bukankah mereka berteman denganku karena mereka tulus?
Jika bukan karena kedua putriku, mungkin tidak akan kupikir kan tentang banyak hal.
Harapanku, dapatkah Ia berubah? Kapan?
Tuhan, aku letih. Letih sekali. Dadaku terlalu sesak. Tuhan, kau tahu bagaimana hidupku sekarang. Orang tuaku pun tak akan berpihak padaku seperti sedia kala.
Kau pun tahu bagaimana awalnya, ketika ini terjadi, ketika tidak ada pilihan untukku selain mencoba untuk memperbaiki yang telah terjadi. Tuhan, aku sayang mereka. Dan kau lihat sesuai bukti dan ucapanku.
Ketika dirinya, dia mengatakan menyayangiku, justru tak sesuai dengan apa yang Ia perbuat. Adakah sayang yang membuat seseorang terus menitikkan air mata?
Kini aku sakit-sakitan. Tiada yang tahu. Tiada yang peduli.
Aku punya mimpi. Mimpi yang besar. Yang selalu positif kupikir kan bisa kuraih walau pun hidupku berubah. Jika kau menyayangiku, dapatkah kau mengatakan "kun fa ya kun" dan merubah dirinya?
Ada yang bilang bahwa engkau tak akan memberikan cobaan yang hambamu tak mampu untuk lewati. Lantas, apakah ini belum lewat dari kuasaku sebagai seorang manusia Tuhan? Apakah tak mampu itu ketika Nafas tertatih-tatih dalam sakaratul maut?
Aku wanita. Yang ingin mendapatkan kebahagiaan. Jika bukan darinya maka dari orang lain. Bukan berarti aku ingin hubungan ini dicerai berai. Tetapi, harapanku Ia tahu, bahwa jalan hidup sudah berubah. Mungkin lingkungan memaksanya untuk terus sejalan sebagaimana awalnya. Tetapi, tidak bisakah Ia produktif waktu. Ketika telah mempunyai tanggung jawab namun masih merasa bebas seakan tiada beban.
Kadang aku ingin marah, hanya kepada siapa? Ibuku terus bertanya mengapa aku terus-terusan menangis dalam kesendirian. Haruskah aku mengatakan yang sebenarnya? Betapa besar pengorbanan beliau akan diriku. Bahkan, untuknya, Tetapi aku mengerti, mungkin karena bukan orang tua kandungnya Ia tak berat untuk bertingkah tak peduli.
Ya Tuhan, kau tahu bagaimana diriku sekarang. Dicaci maki dunia karena aku takut bila bertemu banyak orang. Dulu tak begitu, sekarang rasanya aku hanya ingin hidup di dalam duniaku sendirian tanpa ada yang menghampiri.
Kemana sahabat? Aku butuh sandaran untuk menangis dan mengeluarkan semua penatku.
Tuhan, aku berdiri dua langkah dari kata menyerah. Bila ada yang katakan bahwa rejeki itu datangnya dari doa istri, maka bukakanlah pintu rezkimu itu untuknya. Mungkin Ia letih, karena beban tanggung jawabnya. Aku ingin banting tulang, untuk menghidupi diriku dan anak-anakku. Aku berpikir akan masa Depan. Mungkin Ia tak bisa memberiku apa pun. Aku pun bukanlah orang yang peminta. Apakah aku bebannya?
Tuhan, aku benar-benar lelah.
Jika kau izinkan aku meminta satu permintaan. Aku akan memohon padamu untuk mengubahnya dan membuatnya menjadi sosok ayah dan suami yang sebenarnya.
Jika itu permintaan yang berat, maka tolong kembalikan kehidupanku yang hilang yang bukan karena salahku. Jika itu adalah mustahil, maka maafkan karena aku menyerah. Engkau dapat mengambil kembali Nafas dan denyut yang kau anugrahkan ini karena tak pantas untuk ada di dalam diriku lagi.
Jika aku mengatakan cinta, itu mungkin masa lalu. Kini, aku tak berpikir kalau aku cinta karena yang Kutahu adalah tanggung jawabku.
Aku adalah seorang ibu, cahaya dalam sebuah keluarga. Ketika aku redup, maka aku pun mengerti bagaimana kehidupan keluargaku ke depannya.
Bagaimana caranya menyampaikan pesan ini padamu Tuhan?
Haruskah kuseka nafasku hingga kehidupan antara nyata dan kematian berwujud, dan saat itu dekat jarak kita hingga aku bisa mengeluh dalam dekapanmu Tuhan?
Aku merindukan mereka,
Orang-orang yang dulu mengatakan bahwa Ia mencintaiku,
Dan tak pernah melukaiku seperti ini.
Aku merindukan Ia di masa lalu,
Yang selalu membuatku tertawa dan mengerti bahwa cinta bukanlah tentang diri sendiri, Tetapi tentang orang lain dan tentang masa Depan.
No comments:
Post a Comment
Leave comments here!