Friday, February 22, 2013

Setiap Tempat Punya Cerita [Nurul Khasanah]




 



                “Entah mengapa, setiap melihat jembatan nya aku langsung teringat padamu. Tentang hari itu, saat benar mungkin waktu telah menuntunku datang padamu.”
                Warnanya kuning. Lengkungan nya membuatnya penuh estetika jika dipandang. Sekarang bahkan telah menjadi salah satu icon penting dari kota kecil ini. Hari ini, dibawah indahnya matahari sunset yang terlihat jauh di ufuk barat. Angin yang berhembus , mengikuti arah angin laut yang berhembus ke darat membuat ku terdiam dan merasakan hembusannya.
                Sejenak aku memejamkan mata. Ya , aku mengagumi pemandangan nya dari atas sini. Begitu indah , seindah bagaimana tempat ini mengkisahkan bagaimana kita bisa seperti hari ini.
                Tak butuh tempat yang penuh dengan sejarah cinta bagai kota paris untuk memulai sebuah kisah yang terbilang romantis. Juga tak butuh banyak bunga untuk memperlihatkan seolah kamu adalah laki-laki yang benar bisa dengan sempurna meluluhkan hati seorang wanita.
                Jika , gadis yang dipilih oleh hatimu itu adalah aku, maka tidaklah salah. Aku tidak bisa berjanji untuk menjadi istri yang sempurna untukmu tetapi aku akan mencoba menepati janji, bila janji itu adalah  aku akan terus bersamamu disaat apa pun. Walau senang berkumandang , walau kesulitan menderu dan walau kesedihan datang menyelimuti ragamu. Aku akan tetap berada disebelahmu, berdiri bersama denganmu.
                Hari itu, aku tahu mungkin aku tersesat. Tidak juga. Tetapi aku benar sedang membutuhkan bantuan. Aku tidak begitu menguasai letak jalan , karna jujur saja ini kali pertama aku menyusuri kota tanpa ditemani oleh siapa pun. Aku ingat pesan bunda , “Berjalan lah ketempat yang menurutmu ditempat itulah seseorang akan datang menemukanmu.”
                Aku tak pernah menyangka. Kalau akan seperti ini akhirnya. Dirimu , kamu , yang datang menemukanku disaat aku hilang. Tepatnya , kita berdua hilang. Kamu orang baru yang sedang berjalan sendirian menyusuri jalan-jalan ramai dengan orang-orang dan kendaraan yang melaju menyusuri jembatan ini.
                Kita dipisahkan oleh dua tiang yang menurutku mungkin itulah yang membuatku ingin tahu, bagaimana kamu bisa sampai disini.
                “Sedang apa?” Laki-laki jangkung itu menoleh kearahku dan bertanya dengan nada suara yang agak  tinggi. Angin jelas menghambur gelombang suaranya sehingga aku tidak begitu jelas mendengar apa yang diucapkannya barusan.
                “Apa?”
                “Kamu sedang apa disini?”
                “Aku?”
                “Iya kamu.” Dia menunjuk kearahku.
                “Entahlah. Menghitung berapa banyak ombak yang berlalu. Kamu? Sedang apa disini?” Aku balik bertanya.
                “Menghitung berapa banyak angin yang berhembus masuk menerpa tubuhku.”
                Aku hanya tertawa. Dia jelas mengikutiku. Bukan itulah jawaban yang seharusnya kami , satu sama lain harapkan. Laki-laki itu berjalan kearahku. Sekarang kami berdiri bersampingan , hanya berjarak sekitar 8 langkah dariku.
                “Aku menyukai pemandangan nya.” Katanya tiba-tiba membuyarkanku dari lamunanku.
                “Laut?”
                “Iya, bukankah laut dan langit nya serasi?”
                “Maksudmu?”
                “Birunya , memiliki gelombang yang sama.”
                Aku hanya mendengarkan nya. Memejamkan mataku sejenak dan merasakan angin yang berhembus dengan suara deru ombak nya yang seirama. Benar-benar menentramkan hati dan benar saja , birunya memiliki gelombang yang sama. Aku mulai mengerti.
                “Aku Nathan.” Laki-laki itu mengulurkan tangannya padaku.
                “AH! Bunda berpesan padaku untuk tidak berbicara banyak dengan orang asing yang tak dikenal.” Aku kembali menatap kosong ke perbatasan antara laut dan langit.
                “Apa? Ayolah. Kita sudah bukan anak kelas 4 SD lagi. Aku bahkan mengajakmu berkenalan, supaya aku tidak menjadi orang asing.”
                Aku menoleh padanya. Menatap matanya sesaat. Dia ada benarnya. Aku menyambut uluran tangan itu, akhirnya.
                “Prilly.”
                Seperti itulah kami berkenalan. Seperti itulah kami bertemu.  Tentang tempat ini , tentang jembatan ini, tentu saja tempat ini menyimpan kisah tentangmu. Tentang bagaimana sosokmu yang mengagumi laut dan langitnya. Tentang pesanmu kepadaku agar dapat menemukan dimana batas antara langit dan lautnya. Sampai hari ini pun , kita berdua belum menemukan jawabannya.
                Katamu , “Jika benar mata tak sanggup melihat dimanakah batas antara laut dan langit bukankah itu sama hal nya dengan tiada alasan atau bukti yang dapat diperlihatkan bagaimana perasaan dan hati memiliki batas rasa sayang dan cinta kepada seseorang?”
                Aku awalnya tak mengerti sampai akhirnya aku sadar akan maksudmu. Ini kisah tentang percintaan. First sight always the popular in history of love. Aku salah satunya yang mengalami ini.
                Aku mencintai sosok itu. Sosok yang membuatku jatuh cinta pada langit dan laut. Yang membuatku begitu tergila-gila dengan warna biru. Sosok yang membuatku mencintai tempat ini. Jembatan yang melukiskan kisah kita berdua. Jembatan yang menyimpan gembok cinta kita berdua. Yang kunci nya tak akan bisa kau temukan dimana pun. Sehingga , tak akan ada orang yang dapat membuka nya dan memisahkan hati yang telah tertaut ini. Biarlah kisah ini tersimpan aman , seperti kunci gembok cinta kita yang telah kita simpan jauh diperbatasan langit dan laut yang tak akan ada seorang pun yang bisa menemukannya.
                Aku bahagia. Dia pun pasti bahagia. Keluargaku akhirnya terkumpul bersama. Aku , Nathan , langit dan laut. Kami hidup bersama dalam kebahagiaan. Bahagia dalam satu keluarga.
                Setiap tempat tentu punya cerita. Jika tempat ini melukiskan kisah cinta yang penuh sejarah. Tentu kamu pun punya tempat itu. Tempat yang tidak akan membuatmu melupakan seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu.

Tertanda,

Prilly Raisha

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!