Ya. Berlalu pergi begitu saja dan sedikit tenang. Bukankah itu terasa baik dan terdengar sedikit melegakan, karena kata-kata kasar yang laras akan umpatan itu kini tenang dalam peraduannya.
Singkat cerita, bukan berarti aku benar-benar tenang dan tak peduli akan ketertakutanku. Tetapi, mungkin Tuhan mulai menarikku yang sudah melangkah terlalu jauh darinya. Mungkin......
Dia belum memberiku jawaban, Tetapi memberiku cahaya dalam menuntun langkah. Semacam menggambarkan bagaimana bahagia yang sesuai dengan keinginanku itu bisa terwujud sejalan dengan berbagai hal yang harapnya bisa aku kerjakan.
"Terlambat aku mengerti. Sungguh. Bahagia itu bukan tentang hubungan aku dan kekasihku. Tetapi, bahagia itu adalah tentang diriku dan tentang bagaimana alu menciptakan bahagia itu sendiri."
Aku tidak berpikir akan kedewasaan seiring usiaku yang tidak belasan lagi. Atau tentang penampilanku yang tersesat dalam usia remaja hingga mempengaruhi pola pikirku. Tetapi, satu hal yang terpikir. Bahwa, tidak akan ada hal yang berubah jika aku hanya mengharapkan orang lain untuk berubah.
Masih. Aku menutup telinga rapat-rapat dari orang-orang yang menyerukan nama Tuhan ke arahku. Masih. Aku menutup telinga rapat-rapat dari berbagai energi positif yang orang pikir benar Tetapi belum tentu bagiku.
Aku memejam. Iya. Aku ingin berubah. Tentu. Itu kuncinya bukan?
Berubah pada diri sendirilah yang dapat merubah orang disekitarmu. Dan sekarang aku terlambat dan baru mengerti. Aku berharap bisa melakukannya lama dan terus hingga menjadi tembok pertahananku.
Kupikir itu bekerja.
Tentang bagaimana aku berubah untuk sedikit tidak peduli terhadap laki-laki itu dan lebih peduli keras terhadap diriku sendiri. Hasilnya?
Terbukti. Ia yang selalu mengacuhkanku rupanya merindukan perhatian yang dulu kuberi namun Ia seakan menutup mata tak melihat. Ia yang perlahan ku abaikan, rupanya merasakan perubahan yang seakan membuatnya kehilangan.
Sebagai wanita, aku tahu. Kehormatanku sebagai wanita yang berlalu begitu saja, harus impas ku pertahankan dalam kehormatanku sebagai seorang istri.
Hanya saja, sekeras apa pun aku mencoba dan memaksa, semua tidak akan terjadi semauku.
"Satu hal yang ku mengerti terlambat adalah: jikalau kami berpisah, jikalau dia berlalu dariku, maka aku tahu Tuhan ada, takdir itu Ia yang tentukan, aku dan dia Tuhan yang ciptakan dan jika kami tak bersama dan aku tak bahagia maka takdirku belum berhenti di dirinya."
Aku percaya bahagia itu bisa terwujud, asalkan aku meyakininya. Dan ya aku masih mencoba.
Tentang bagaimana menjadi Wanita yang selalu ada, dan mencintainya, Laki-laki yang mencintaiku.
--------------------
Istrimu: Hanna
No comments:
Post a Comment
Leave comments here!