Saturday, August 9, 2014

My Triple A boy's story - Hanna Enka (Kampus fiksi #EhemKenalan)

Kau tahu seberapa pentingnya pertemuan pertama itu? Kala itulah ada yang namanya kesan. Yang akan melekat, dan selalu teringat. Jika mengena di hati, kau akan susah untuk sekedar berhenti mengingatnya sejenak.

Tes masuk SMA memang selalu membuat hati Andana risau. Gadis itu selalu gugup menjelang detik-detik mengerjakan soal ujiannya. Sama halnya ketika menyelesaikan ujian akhir. Kali ini, Andana harus berperang melawan penyakit gugupnya yang selalu membawa kecerobohan yang tak terduga.

Andana duduk tepat di bangku kedua dari depan. Peralatan ujian sudah tertata rapi di atas mejanya. Papan ujian, tisu, dan alat tulis berjejer sesuai urutan. Satu hal yang membuatnya kacau saat itu adalah ketika Ia lupa membawa pensil mekanik 2B cadangan. 

Sejujurnya, Andana tidak perlu takut akan kemampuannya karena gadis itu terbilang cukup baik dalam persoalan ilmu pengetahuan. Ia merupakan juara umum di mantan sekolahnya dulu.

Semua peserta sudah memasuki ruang ujian. Empat puluh lima menit pertama berlalu dengan menghabiskan sekitar 25 soal yang berbau tes potensi akademik. Semuanya berjalan lancar, walaupun nyatanya Andana merasa keringatnya menyelimuti setiap celah dari jari-jemari telapak tangannya. Gadis itu mendesah berulang kali mencoba untuk memperbaiki napasnya yang memburu. 

Setelah membaca hampir keseluruhan soal dan memberi kode pada jawaban pilihannya, Andana akan mulai membulati satu per satu lembar jawabannya. Hal konyol itu tak pernah Ia duga sebelumnya akan terjadi hingga membuatnya panik.

"Astaga! Apa yang terjadi? Kenapa pensil mekaniknya rusak?" Gadis itu menggigit bibirnya. Andana menjadi kacau seketika. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku bahkan tidak membawa pensil cadangan. Tidak mungkin. Apakah aku akan gugur sebelum bertanding? Andana menyandarkan kedua sikunya di atas meja lalu meletakkan telapak tangannya di dahi. Ia tidak ingin pasrah, namun Ia bisa apa? Andana sama sekali tidak mengenal siapapun di ruangan itu. Gadis itu benar-benar kacau sekarang.

"Hey, ada apa denganmu? Kau butuh bantuan?" Sebuah suara tertuju padanya. Gadis itu menoleh pada seseorang yang duduk di sebelah kanannya. Tatapan matanya menahan pilu. "Kenapa? Lima belas menit lagi waktunya akan habis. Kau baik-baik saja?"

Andana tak mengerjapkan matanya beberapa saat. Seakan Tuhan mengirimkan malaikat untuknya. Laki-laki itu seperti mendengar teriakan hatinya. Belum sempat Ia menjelaskan tentang apa yang terjadi, laki-laki itu sudah menyodorkan sebuah pensil mekanik cantik berwarna abu-abu dengan gantungan sebuah bola kaki di atasnya.

"Cepatlah! Kau tidak punya cukup waktu kalau kau tidak mulai dari sekarang." katanya lagi lalu menyuguhkan senyuman kecil yang sekejap menyihir perasaan kacau Andana menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Andana menyambutnya. Ia menyapu sejumput rambut dan menyelipkannya di belakang telinga kirinya sebelum kembali memulai. "Ah, terima kasih." ucapnya hampir terdengar seperti berbisik. Laki-laki itu tak mendengarnya. Buktinya, Ia tidak menoleh dan kembali berkonsentrasi dengan lembar ujian yang ada di hadapannya. 

Andana tak punya banyak waktu. Ia harus menyelesaikannya sekarang. Tepat ketika bel berbunyi dengan nyaring, laki-laki itu berdiri dari tempat duduknya lebih dulu sambil menyampirkan tas ransel di punggungnya. Ia mengetuk perlahan meja Andana lalu berkata, "Semoga sukses!" laki-laki itu kemudian berlalu begitu saja di hadapannya.

Andana bahkan tak sempat menanyakan siapa namanya. Ia hanyut dalam pesona yang diberikan dalam senyuman milik laki-laki itu. Andana menatap pensil mekanik yang berada di genggamannya. Sebuah nama terukir tepat di sisinya yang melingkar.

"Zera?" Nama yang unik dan tidak pasaran. Setidaknya membuat Andana lega karena tahu sedikit mengenai laki-laki itu. Tanpanya, Andana tidak tahu semuanya akan menjadi seperti apa.

Laki-laki itu terlihat begitu berbeda dengan laki-laki kebanyakan. Jikalau banyak laki-laki di luar sana yang masa bodoh dengan ujian, berbeda dengan Zera. Laki-laki itu terlihat pintar dan begitu serius mengerjakan soal ujiannya. Penampilannya pun terlihat seperti anak yang suka pergi ke perpustakaan. 

Kuharap kita bisa bertemu lagi. Suatu saat nanti, ketika aku lulus dan kau pun demikian. Zera terlihat seperti anak yang mampu dan pintar. Kuharap ini bukanlah pertemuan terakhir kita. Semoga kita bertemu sekali lagi nanti, dan Aku ingin berkenalan dengannya seperti caraku mengenali orang lainnya.

*****************

Cerpen ini diikut sertakan dalam proyek menulis kampus fiksi dengan tema #EhemKenalan 

Happy reading!
Silahkan kritiknya ;))

3 comments:

  1. Hallo Hana, salam kenal. Aku juga ikut tantangan. Dan gak berani kritik. Hehe. Masih amatir.

    Tapi aku kasih masukan. Sepele sih. Soal pensil. Zera itu cowok ya? Sebaiknya deskripsi pensilnya jangan cantik. :)

    Mampir ke blogku ya. Tinggalkan komen juga. Hehehe. >.<
    Semoga kita terus berkarya! Dan hasilnya diperhitungkan. Aamiin

    ReplyDelete
  2. Aku memberikan penilaian dari bagaimana kita cewek kalo menilai sesuatu. Kita suka hal hal yang cantik. Mungkin bagi cowok itu biasa saja, atau desainnya unik. Tapi menurut aku nih yaaaa, mata cewek menilai sesuatu yg bagus itu pasti cantik, kalau indah rasanya kurang tepat. Kalau unik juga berarti harus dijelaskan apa sih yg membuatnya berbeda dan unik, kan kebanyakan pensil mekanik hanya warna kulit, model penutup atau gantungan saja yg berbeda beda. Gitu say ;)

    Tapi thx

    ReplyDelete
  3. Thanks udah ngasih masukan yaaaaa

    ReplyDelete

Leave comments here!