Sunday, September 27, 2015

SELAMAT ULANG TAHUN KOTA PALU, SEMOGA TUMBUH (selalu) LEBIH BAIK LAYAKNYA AKU (masak iya?)-Hanna Enka

Selamat hari jadi kota Palu tercinta!

Baiklah, saya pun ingin punya catatan kecil tentang hari ini. Stoplah, bicara tentang cinta. Stoplah emosi akan rasa itu sekarang (hehe...).

Palu tiga puluh tujuh tahun. Tujuh belas tahun lebih tua dari saya. Bukan berarti tua. Malah lebih muda. Karena saya pun masih dua puluh tahun, yang artinya adalah; perjalanan saya masih panjang untuk membuat sesuatu yang menggariskan keindahan di kota ini.

Semoga, kota ini tumbuh layaknya aku. Yang diterpa sebegitu kerasnya kehidupan, namun tetap (mencoba) tegar bangun, bangkit dan ya..... Mencenangkan.

Mengingat aku tumbuh di kota ini, dulu sih masa bodoh. Sekarang, aku malah bangga. Bangga akan apa? Bangga karena aku adalah salah satu anak muda kota. Walau sedikit (banyak) labil. Tapi, yaaaaa saya kira saya pun manusia biasa yang sering mengalami goncangan hidup.

Hari ini, banyak pelajaran yang bisa diambil. Termasuk tentang berbagai kegiatan yang membuat Palu seramai-ramainya.

Saya senang, karena akhirnya....... Ada festival anak muda. Akhirnya, ada yang berani membawa acara itu ke permukaan. Tapi, saya sedih, karena tidak bisa berlama-lama di sana. Maklum, saya seorang ibu dan ya... Seorang penikmat ilmu parenting yang belum dewasa.

Singkat cerita, saya kadang bertanya. Kok saya bisa dicari-cari orang? Atau, kok saya bisa dikenal orang? Rupanya, ya terbawa semilir angin berembus dari satu napas ke napas lain. Namun sayang, saya sedikit misterius (merasa aja, haha).

Seperti Palu, saya pun tumbuh menguntai cerita. Paling tidak, saya memanfaatkan sosial media lebih besar untuk hal-hal yang bermanfaat. Seperti menambah jaring perkenalan, kepo tentang orang-orang hebat, ikut lomba biar dapat buku gratis dan masih banyak lagi. Saya pun adalah gamers. Jangan salah~

Baiklah, kalau kamu kenal saya, pasti kamu tahu baik. Saya tidak sempurna. Bahkan saya jauh dari kata orang baik yang punya sejuta kemampuan baik. Saya susah dalam hal berbicara secara langsung. Tak apa. Karena itu hal yang sedikit (banyak) sulit dirubah, maka saya harus lebih cerewet di sini.

Saya adalah orang yang banyak dibenci oleh orang lain. Saya tidak mengerti kenapa. Mungkin karena saya terlalu sinis dalam menulis? Atau saya terlalu banyak bergelut dalam cerita? Saya kira, kota ini pun mestinya punya banyak cerita, seperti buku yang punya alur konteks yang baik, naik turun agar membuat pembaca tetap duduk tegap dan menyelesaikan membaca bukunya hingga akhir cerita.

Orang-orang sering bertanya, memangnya kamu apa? Memangnya kamu berbuat apa? Seolah-olah mendengar apa yang saya lakukan itu adalah sebuah ketidakmungkinan.

Baiklah, saya adalah anak yang suka sekali berceloteh tidak jelas. Sama seperti ke Pace, saya sering bilang padanya kalau saya tidak punya cita-cita lain, selain ingin jadi orang berpengaruh di Sulawesi Tengah. Saya ngomong gitu dengan gaya super slengean. Nyengir gak jelas.

Itu hanya candaan. Bukan songong. Saya kira kita banyak belajar dari orang lain. Dan kita juga terinspirasi dari banyak kepala. Satu hal yang pasti adalah; kota ini mungkin terlihat kecil. Tetapi, kalau ditelusuri secara baik, kita pun punya banyak orang-orang hebat.

Bangga adalah; jika bisa menjadi salah satu di antara mereka. Paling tidak ya jadi orang yang dicari atau dikenal walau belum berjumpa.

Semua orang baru yang hebat, hanya saya kenal lewat media sosial. Apalah saya, yang hanya menghabiskan waktu untuk menjadi lebih baik. Menulis. Berbagi. Jadi istri dan ibu. Lalu jadi role model dalam waktu yang bersamaan. 

Bukan hal gampang. Mengingat tujuan saya adalah biar di notice. Kalau saya pun adalah bagian dari Palu. Kalau saya adalah orang tidak sekolah, lulusan SMA yang pengen sekali kuliah lagi, tetapi tidak kepikiran untuk hanya duduk manis menikmati diri sebagai wanita dan ibu.

Teman saya bilang, jarang perempuan mau bersibuk-sibuk untuk hal semacam itu. Maka saya lebih terdorong lagi. Jika Palu punya saya, saya punya kemampuan, kenapa saya diam?

Setiap orang punya bakat dan cara mereka masing-masing untuk mengapresiasikan hidup mereka. Saya hanya ingin punya sesuatu, cerita yang membuat saya punya pengingat di kota ini. Dalam hal menulis pun demikian. Saya kira, harus ada yang memulai, kemudian diikuti. Setiap orang punya nada masing-masing untuk melantunkan lagu mereka.

Dan inilah saya.

Walau kota ini banyak menyimpan kenangan pahit tentang hidup saya, percayalah masih ada sekian banyak hal baik yang membuat rasa rindu itu datang ke lubuk hati.

Saya bukan siapa-siapa. Bukan orang penting. Bukan orang hebat. Namun saya mencoba untuk membuat sesuatu. 

#ShoutYouth itu jelek. Tapi saya senang membuat dia ada. Setidaknya, mampu menumpahkan semua kreativitas saya dan kicauan panjang saya agar lebih terdengar untuk orang lain.

Masa muda, masa berkarya. Masa muda, masa berkobar. Masa muda, masa penuh kenangan. Masa muda, masa untuk bersenang-senang. Masa muda, saya pun belum ingin kehilangan itu walau saya sudah punya dua anak.

Percayalah ini hanya masalah waktu. Sekarang, saya hanya bergerak dari tempat saya duduk. Berbatas media dan Internet, tanpa aksi sosial yang nyata. Namun saya menyelam, perlahan dan muncul ke permukaan dengan sempurna. Paling tidak akhirnya, Palu membuat saya dikenal oleh sebagian orang.

Suatu saat, ketika saya benar-benar bebas. Mungkin beberapa tahun lagi, ketika anak saya sudah mandiri. Saya akan lebih meledak. More FREE more Wild!!!! Entah apa yang terjadi saat itu tiba.

Orang lain banyak yang memandang saya sebelah mata. Seperti sok apalah, apalah! Kadang saya merasa, lebih baik saya berbuat saja, tanpa perlu berbagi cerita. Toh nantinya semua orang akan kembali menengok sejarah. Kita hidup, tidak bisa lepas dari sejarah.

Sama halnya dengan berbagai tulisan saya yang cengeng itu. Sebenarnya, daripada meresapi kisahnya yang complicated saya malah berharap pembaca bisa menarik kesimpulan yang memberikan pelajaran. Bukan malah prihatin, menjadikan gosip dan akhirnya malah kasihan.

Kalau saya, saya menyimak dan saya belajar dari apa yang orang lain alami agar saya bisa berbeda dari mereka. Seperti saat ini. Dua puluh tahun, menikah, punya dua orang anak, punya suami yang sibuk, kadang saya dicibir orang, dikatai ngapain sok muda. Urus ini itu, mending urus aja rumah. Pantas aja labil, mungkin urus keluarga gak beres!

Satu hal yang saya ingin garis bawahi adalah; walau hidup saya berubah, pemikiran saya dituntut dewasa dan saya seorang istri dan seorang ibu, saya tetaplah anak muda yang tidak Ingin kehilangan masa muda saya. Saya percaya saya lahir dengan bakat. Dan saya percaya saya bisa menjadi sesuatu kalau saya mau bergerak berusaha dan kerja keras untuk mewujudkannya.

Sejak dulu, kita semua punya mimpi. Layaknya kota ini. Hidup yang berubah lantas mematikan mimpi kita? TIDAK! BUKAN ITU JAWABANNYA!

Ketika Palu itu adalah saya, maka putri saya adalah Palu. Jadi mereka pun adalah cerminan dari diri saya. Baru saja karena anak saya meraih prestasi non akademik lewat media sosial jadi gunjingan para haters. Percayalah, saya hanya ingin anak saya meneruskan bakat saya dalam hal prestasi. Saya ingin lebih banyak sosok saya di muka bumi ini. Biarlah saya menjadi ibu yang diolok-olok karna tidak bergelar. Namun saya tetap ingin jadi ibu yang mendidik anak saya dengan baik agar dipandang baik dengan orang lain.

Apalah arti mereka, yang hanya bisa berkomentar. Hanya berlalu bak angin. Sedangkan kita, punya karya, yang walau dihempas angin puting beliung sekalipun masih tetap mengukir nama.

Maka beruntunglah, jika perjalanan itu kita isi dengan sesuatu yang lebih berguna semacam itu. Setidaknya, Palu terpermak indah. Bahwa Ia pernah punya kita. Bahwa ada saya di sana. Dan bahwa Palu akan tumbuh cemerlang seperti saya.

Amin.

------------------------------


No comments:

Post a Comment

Leave comments here!