Monday, October 7, 2013

TEMAN SEPERJUANGAN - Icerenicezz Hanna





            Kata orang “teman baik itu adalah sahabat. Sahabat adalah seseorang yang selalu ada disaat sedih maupun disaat susah. Kalau begitu , sahabat adalah yang selalu bersama-sama sampai kapan pun seperti saudara kembar siam. Sahabat juga selalu bersama , berjuang bersama , senang bersama , ngantuk bersama , sedih bersama , lapar bersama , bad mood bersama , tidur bersama , mandi bersama , bolos bersama , jahil bersama , di marahin bersama dan terakhir yang tak akan terlupakan ‘ga lulus snmptn bersama’. Ya , itu dia teman seperjuangan.







            Terlalu banyak kenangan yang telah gue sama teman-teman gue lakukan bersama selama kurang lebih hampir 2 bulan. Sebelum tes snmpt-eng dan saat gue , sasa , lidya , riska dan icha memutuskan untuk menimba ilmu yang mengalir dari Makassar. Kota itu adalah tempat yang paling dekat dengan kota gue tinggal. Kami tinggal dirumah fika , sahabat gue dan juga teman sekelas gue pas SMA.

            Perumahan permata hijau, rumah pertama diblok Q2. Ada banyak kisah yang bener-bener sudah kita lukiskan dirumah itu. Mulai dari kebersamaan dan beberapa hal-hal yang mungkin sangat lucu bila harus dikenang.

            Gue ingat waktu belum lama kami tiba dirumah fika, lidya dan riska sudah mulai merasakan hawa-hawa yang membuat bulu kuduk merinding. Kisah tentang ‘sesuatu’ yang lidya lihat di atas AC tentu sampai sekarang gak bisa dilupakan. Riska dan lidya sampai ga tidur semalaman.

            Saat bangun pagi , gue agak heran , ini kok riska matanya bengkak gitu padahal tidur sih malamnya (yang gue lihat—sebelum gue tertidur pulas). Saat semua orang udah pada melek, lidya mulai angkat bicara ‘jangan ganggu tuh si riska , dia baru aja tidur semalaman dia melek aja.’ Tiba-tiba saja riska langsung bangun dan melek kayak mayat hidup.

            “kenapa kau? Kenapa bisa kau tidak tidur?” fika mulai bertanya dengan logat khas palu.

            “Tadi malam saya lihat ada tangan besar diatas AC fika , Tanya deh riska dia lihat juga. Makanya kita ga bisa tidur.” Lidya menjawab.

            “Terus tadi malam juga ribut sekali. Tidak tahu seperti ada orang masuk kerumahmu buka pagar. Mana tembok seperti di pukul-pukul. Seperti ada orang jalan di plafon mana ada suara orang mandi di WC.” Riska mulai menjelaskan dengan mata setengah mengantuk.

            “Iya fik. Saya dengar juga , seriusan.” Lidya mulai menguatkan praduga. “mana tadi malam riska menerawang lagi.”

            Hah ?  menerawang? Mungkin riska punya kemampuan supernatural.

            “Iya fika. Saya lihat disebelah kiri dan kanan diatas sana ada pocong dua. Mana ada kuntilanak juga.” Riska menjelaskan dengan mata tertutup , alisnya berkerut dan tangannya menunjuk kearah yang dimaksudkan.

            Benar-benar. Gue sempat takjub. Ternyata diantara kami ber-6 , kami memiliki satu anggota genk limbat rupanya. Penerus mama Laurent , si penerawang ‘riska’. Riska juga sering salah-salah ngomong sehingga membuat rumah tambah rame. Kadang-kadang kata-kata yang keluar dari mulutnya dia enggak nyadar kalau dia salah ucap. Akibatnya , semua orang jadi ikut-ikutan kadang-kadang suka salah ucap.

            Bercerita tentang riska , teman gue satu ini super unik yang pernah gue temui. Dia paling bersemangat kalau urusan hang out. Dan tentu saja , diskon adalah salah satu surga dunianya. Riska paling ga bisa lihat butik ‘gaudi’. Seperti ada magnet gede yang siap meriknya disana. Kalau lagi jalan bareng , pasti dia akan langsung berbelok menuju pintu gaudi. Enggak salah dia mendapat julukan ‘model gaudi’.



            Gue ingat , sekitar 2 minggu kami di Makassar , riska dikirimin duit 2 juta. Dan tentu saja habis dalam sehari? Salut banget gue. Lain kali kalo misalnya ada kuis uang kaget gitu , datangin aja deh si riska. Dijamin habis dalam sehari jangankan sehari 2 jam aja kali bisa.

            Waktu itu pas lagi hening-heningnya , riska tiba-tiba aja bicara dan membuat kami semua saling berpandangan.

            “Itu diapain lagi kalo mau ngirim ke banyak kalo lewat BB , di brokets?”

            Apaan coba brokets? Anak satu ini benar-benar deh. Mana wajah polos nya juga malah ikut-ikut mendukung. Gue coba ngajarin dia ngomong yang benar. ‘di broadcast , broad-cast’ sambil mengeja. Riska terus mencoba ngomong ngikutin gue ‘brokets .. brokets.’ Gue hanya bisa geleng-geleng. Ini anak biar diajar ngomong pelan aja masih salah , emang blunder stadium 4.

            Belum lagi , pas makan malam. Kami punya langganan penjual nasi goreng keliling yang riska bahkan minta nomor HP biar lancar kontek-kontekan. Nasi goreng buatan si mas ini enak banget pemirsa , sumpah. Bahkan waktu nasi nya tinggal satu porsi , gue se-genk rela nyumbangin nasi se-rice cooker buat si mas. Bahkan , waktu telur habis , kita juga malah ngasih telur biar kita para gadis bisa makan.

            Pas sementara mencicipi makanan , dengan lapar yang sangat mencekam. Riska datang dengan bahagianya. Oh iya catatan kecil , temen gue ini jarang banget makan nasi. Paling kalo udah bener-bener laper baru deh dia makan. Dan dia memiliki hobi , yaitu diet. Dia bahkan rela hunting timbangan biar bisa ngontrol berat badan nya. Padahal kalau diperhatikan dia enggak gendut , ideal malah. Tidak kayak gue yang kurusan.

            “Riska , mau makan? Nih bagi aja punya gue.” Ya. Kehidupan seperti ini memang membuat kami belajar akan pentingnya berbagi. Tapi , tentu saja berbagi nya tahu diri. Kan sama-sama merantau bukan malah saling menggerogoti.

            “Udah. Gak usah. Saya makan ini aja.” Riska mengambil onde-onde yang ada diatas meja entah punya siapa. Mungkin punya mama asuh kami , ya sekarang mama nya fika adalah mama kami juga. Tante ami , begitu sebutannya. Mama asuh kami mengangkat anak yang cukup banyak. Kami juga saling berbagi kebahagiaan , kebersamaan dan canda tawa.

“Gue jadi kangen sama mama asuh nih jadinya. Rumah kedua sama kaka angkat , si fika. Dia yang berperan jadi ibu juga pas gue sakit. Rela ngurusin gue , thankieees baby.”

Saat semua orang sedang asik dengan lahapannya. Si riska yang rempong makan onde-onde mencoba ikut nimbrung dengan kami yang bercerita tentang kuliah. Tahu ga apa yang terjadi? Semua gula merah onde-onde itu menyemprot keluar dari mulutnya dan tepat mengenai sasaran. Siapa korbannya? Tentu saja , lidya. Seperti biasa , wajah polos tanpa dosa. Kunci utama untuk untuk seorang ‘blunder’ dimuka bumi ini adalah : lu hanya butuh pasang wajah polos saat lu salah. Dijamin ga ada yang bakalan menyudutkan. Paling disindir dikit aja , itu pun hanya dikit coy. Tapi tenang , lu beramal kok. Kan udah jadi pelawak lima menitan.

            Belum lagi temen gue si lidya yang juga sudah mulai terjangkit virus AIUEO (gue menamai nya dengan kata-kata sendiri yang berarti blunder akut). Gue ingat banget disuatu sore, waktu kita lagi pada ngumpul bersama di balkon. Gue dan sasa lagi asik menyaksikan anak-anak kecil yang main sepakbola dilapangan samping rumah. Tiba-tiba lidya angkat bicara sambil sedikir menaiki pagar penghalang dan menunjung kearah depannya.

            “Uiiiiiiih, santet nya kereeeeeen.”

            Gue sama sasa hanya saling berpandangan. HAH? Santet? Hebat ya santet bisa terbang kelangit. Apakah sekarang ilmu santet udah seperti seekor burung wallet yang bisa terbang kemana-mana.

            “Santet?” gue bertanya sambil memandang yang ditunjuk lidya barusan.

            Inilah terkadang salah satu kelemahan bangsa Indonesia. Masih kurang baik dalam hapalan bahasa inggris. Sunset jadi santet itu sesuatu banget. Gue enggak salahin lidya karena dia tahu atau enggak bahasa inggris , tapi mari kita salahkan riska yang menyebarkan virus AIUEO -- blunder akut stadium 4.

            Belum lagi kisah ispa yang juga ikut terjangkit Virus AIUEO ini.

Trrrrtttt….trrrrtttt…..
           
            Begitu suara getaran handphone nya bila di ilustrasikan. Seperti hal-halnya di novel seri romance.

            “Halo…..”

            “Halo, assalamualaikum…”

            “Waalaikum salam. Ispa dimana ini?”

            “Maaf ini siapa?”

            “Ini bapak.”

            “Iya bapak siapa?”

            “Bapakmu.”

            “Bapak saya yang mana?”

            “Ini bapak guru olahraga.”

            Tentu saja , tanpa kita sadari sesungguhnya kita mempunyai banyak bapak dan ibu.  Mulai dari bapak kandung , bapak guru olahraga , bapak guru matematika , dan masih banyak lagi jenis-jenis bapak lainnya. Tak berbeda jauh dengan ibu , mulai dari ibu kandung , ibu kantin , ibu guru TK , ibu guru kimia dan masih banyak lagi jenis-jenis ibu-ibu lainnya.

            “Oh iya kenapa pak?”

            “Ini mau urus nilai, dimana kah posisi ini?”

            “Ada dijalan pak. Dimobil didalam taksi.”



            Dan akhirnya , ispa pun terkena virus mematikan itu. Bagaimana bisa mobil masuk didalam taksi? Zaman sudah sangat berkembang , sekarang bukan hanya manusia atau barang atau hewan yang bisa masuk kedalam mobil. Mobil masuk mobil juga bisa rupanya. Apalagi elitnya, mobil masuk taksi.

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!