Monday, March 28, 2016

ANAK MUDA DAN BERBAGAI USAHA KREATIF -- Artikel waktu melamar di manggeku.com (edisi sayang, kalau dibuang)

Sebagian besar tempat nongkrong di Palu, identik dengan anak muda. Tidak sedikit, dari percakapan darah muda, seringkali membahas usaha kecil menengah yang bergerak di bidang seni kreatif, kuliner dan bisnis dagang sandang.

Seiring dengan berkembangnya teknologi yang semakin pesat, sekian banyak jumlah usaha kreatif bisa bergerak lebih bebas dan lebih mudah.

Menjamurnya beragam kafe-kafe yang eksistensinya hanya sebatas up to date - menikmati tradisi orang Palu, yang katanya biar kekinian - dan juga sebatas arena Selfie yang menjadi bukti bahwa kita pernah berada di tempat itu. Selebihnya, hanya akan basi. Pelan-pelan sepi pengunjung, hingga akhirnya memaksa sang pengusaha untuk berhenti melanjutkan usahanya yang juga merupakan impian mereka dalam pelan-pelan belajar berbisnis di usia belia.

Persaingan yang ketat, bagai seleksi alam. Sudah berapa banyak tempat populer yang dulu eksis, kini hanya simpang siur menjadi kenangan. Kadang kita merindu rasa dari menu khasnya, atau kadang kita merindu suasananya.

Namun, di balik masa-masa kritis berbisnis, anak muda semakin inovatif dalam memanfaatkan teknologi dan pendukung yang ada.

Berbagai usaha homemade mulai terbuka lebar. Membuka usaha menjual di rumah dengan sistem COD (Cash on delivery) yang juga memanfaatkan jasa delivery yang saling bersimbiosis satu sama lain.

Melalui berbagai akun media sosial, sang pengusaha bisa berbagi produk mereka. Baik dalam promosi bentuk, warna, model hingga menarik minat pembeli dalam target yang ditentukan.

Di Palu, tidak sedikit anak muda kita yang lebih bersemangat untuk berbisnis melalui media online. Selain lebih mudah, lebih cepat dan juga lebih efektif mengingat sebagian besar manusia masa kini tidak lepas dari pengaruh gadget dan beraneka ragam barang elektronik yang mampu menyibukkan diri dalam kesenangan.

Lalu, apa masalah yang ada di dalam bisnis online ala anak muda masa kini?

Satu, ongkos antar-jemput yang terbilang sangat dibutuhkan itu, terkadang menjadi dilema bagi sang pembeli dan penjual. Di mana, sebagian orang masih berpikir sepuluh kali dalam membelanjakan uang mereka. Laris tidaknya sebuah usaha, memang dinilai dari berapa banyak pembeli menghabiskan uang dalam membeli barang. Namun, ongkos jasa, kadang selalu menjadi pertimbangan bagi pembeli walaupun benar adanya, kalau antar-jemput merupakan jasa yang paling dibutuhkan saat ini di kalangan penjual dan pembeli instan.

Dua, promosi harus gencar dilakukan oleh sang penjual demi menggaet pembeli. Percayalah, lapar mata dan sistem media sosial itu berjodoh. Kadang, postingan kita tentang produk mempunyai efek bling-bling yang bisa menghipnotis pembeli agar berdatangan. Kuncinya adalah; aktif, dan fast respon.

Tiga, persaingan menjadi lebih keras dan originalitas karya kadang akan terguncang. Mengingat, dengan canggihnya teknologi, apa sih yang gak ada di google? Ibaratnya seperti, kalau kamu butuh duit, download aja di google. Ada kok!

Sesimpel dan semudah itu.

Barang imitasi dengan harga yang terpangkas jauh di bawah harga asli menarik minat pembeli berwara-wiri untuk memiliki barang serupa aslinya namun dengan harga yang lebih murah.

Atau tentang resep dari usaha kuliner. Melalui google dan sedikit renovasi pribadi, harusnya membuat kita selalu menghasilkan karya yang baru, baru dan baru.

Hidup ini daur ulang. Ada yang datang, bertahan dan ada yang pergi. Ada yang berhasil dan ada yang gagal. Pasang surut usaha kecil semacam ini, seharusnya bisa membakar semangat anak muda yang ingin mulai berbisnis agar lebih kreatif dalam menghasilkan karya.

Tahap pendewasaan anak muda, adalah lewat bagaimana ia mulai berpikir lebih dewasa, dengan berani memulai usahanya melalui perjuangan sendiri. Entah dalam bentuk usaha berbisnis atau melalui karya seni. Karena setiap usaha anak muda dalam menciptakan dan menghasilkan sesuatu juga merupakan bentuk seni yang lain.

****************

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!