Monday, October 13, 2014

HARUSKAH REKLAMASI TELUK PALU - Hanna Enka

#haruskahreklamasi

Akhir-akhir ini di berbagai sudut daerah di Indonesia banyak yang gencar melakukan reklamasi untuk perkembangan daerah demi pemerataan pembangunan berkelanjutan. Dan rupanya, palu pun juga akan melakukan hal sama setelah Papua, Bali dan kabarnya Makassar juga (iya?)

Haruskah mereklamasi teluk palu?

Saya selaku duta terpilih perwakilan sulawesi tengah untuk forum indonesia muda kontra dengan permasalahan ini. 

Saya sudah mendiskusikan permasalahan ini dengan duta forum indonesia muda lainnya dari 33 provinsi lain. Dan, reklamasi pantai talise merupakan masalah yang paling krusial yang terjadi di provinsi sulawesi tengah.

Perlu ditinjau dari berbagai aspek, dan nyatanya reklamasi itu tidaklah perlu. Mengapa harus reklamasi? Tidak adakah cara lain? Toh masih banyak lahan di dalam daerah yang sama sekali belum tersentuh. Kenapa harus merusak yang menjadi ciri khas dari kota palu itu sendiri?

Dipelajari dari aspek lingkungan, belajar banyak dari reklamasi yang sudah-sudah. Walaupun, reklamasi dilakukan demi kemajuan dari suatu daerah, Tetapi banyak pula dampak negatif yang terjadi. 

Di Bali, terjadi penolakan besar-besaran untuk reklamasi di Tanjung benoa. Mengingat, jika reklamasi tersebut terealisasikan, dampak abrasi yang luar biasa akan terjadi di daerah sekitarnya.

Sama halnya dengan teluk palu. Rawan akan bencana, dan membuat kita harus lebih ekstra siaga. Tsunami misalnya, itu bisa terjadi kapan saja. Dan banyak warga sekitar yang juga akan terancam keselamatannya. Teluk yang seharusnya menjadi penghalang ketika bencana itu datang, harus direklamasi?

Tidak hanya itu, teluk yang seharusnya menjadi ikon kota, yang seharusnya di jaga, dilestarikan dan dikembangkan malah dibiarkan hilang begitu saja? 

Bukankah kita sering mendengar, bahwa lebih baik mencegah daripada mengatasi? 

Tidak selamanya segala sesuatu yang rusak itu bisa diperbaiki oleh tangan manusia. Terutama alam. Kenapa tidak memanfaatkan alam yang ada dengan sebaik-baiknya? Bukan malah menggantinya dengan sesuatu yang malah merusak kealamian yg ada.

Bagaimana nasib pekerja penggaraman disekitarnya? Bagaimana nasib masyarakat di sekitarnya? Mereklamasi teluk berarti merubah kebiasaan sebagian besar masyarakat yang berada di sekitar lokasi tersebut juga kan?

Seperti yang Kita ketahui, petani penggaraman di palu membudidayakan proses pembentukan garam secara tradisional dan itu merupakan salah satu upaya yang benar-benar ramah lingkungan. Haruskah kita menghilangkan itu?

Lantas, jika para pekerja itu menjual lahan mereka, maka aktivitas para petani juga otomatis akan berubah. Mengingat, lokasi pembudidayaan penggaraman dengan letak yang strategis di teluk palu, tidak akan menjamin sama jika Seandainya mereka menemukan tempat lain untuk pekerjaan itu. Malah, menurut saya, mereka akan mencari pekerjaan baru. Banyak yg harus dipertimbangkan jika masih ingin membudidayakan pekerjaan ini. Salah satunya adalah akses yang berhadapan langsung dengan sumbernya.

Saya malah berpikir, kenapa pemerintah tidak mempertahankan mereka, mengingat pekerjaan yg ramah lingkungan ini justru bisa mengembangkan usaha para petani secara nasional, dengan memproduksi dan memasarkannya dalam skala nasional.

Dengan begitu, secara tidak langsung, Pemerintah tidak hanya berperan aktif dalam pembangunan daerah, Tetapi juga berperan dalam mengembangkan usaha masyarakat dalam daerah. 

Contoh lain, di papua reklamasi hutan dijadikan kawasan pembuangan limbah tambang emas pt.freeport, di timika tepatnya di kawasan sungai ajikwa.

nah alhasil sungai itu penuh dngan buangan hasil tambang emas brupa pasir yg mengendap di sungai.. Semua makhluk hidup pasti mati .. dan itu sudah mati !!! 

dan skrg mereka lagii buat kawasan suksesi alami .. tapii gak menjadikan sungai itu seperti dulu lagii .

Intinya, reklamasi itu dilakukan. Jika muncul dampak negatif tentu Pemerintah akan mencoba menanggulanginya, tapi apa hasilnya? Tidak nyata beres dan kembali baik-baik saja. Justru, yang ada merusak bagian lain daripada ekosistem lingkungan.

Dengan terkonsentrasinya proyek-proyek besar milik investor, otomatis akan mendorong semakin banyak orang  di sekitar sana untuk menjual
tanah, karena harga tanah yang menjanjikan mereka
untuk mendapatkan hidup yang layak tanpa memikirkan generasi mereka ke depan, yang sudah tidak memiliki lahan. Penguasaan lahan berarti penguasaan hak atas segala yang ada diatasnya.
Hilangnya lahan, berarti sama dengan hilangnya sistem yang ada disekitar sana termasuk kebiasaan, budaya, dan tradisi.

Konsep Pariwisata Budaya, hanya akan menjadi kenangan, karena budaya bukan lagi menjadi daya
tarik orang untuk ke palu. 

Setelahnya, ciri khas kota teluk palu hanyalah akan menjadi cerita kenangan bagi generasi kita di masa depan.

Jadi, masih berpikir bahwa teluk palu harus direklamasi?

Hanya untuk sebuah "iming-iming" yang belum jelas apakah akan membawa daerah kita ke arah yang lebih baik ataukah sebaliknya?

jawabannya TIDAK! Pembangunan perlu menghiraukan dan memperhitungkan pola kehidupan yang sedang berlangsung di masyarakat. Perlu mempertimbangkan dalam berbagai aspek. Pola kebiasaan hidup masyarakat sekitar, dampak terhadap ekosistem, alam dan lingkungan. Tidak semata-mata hanya untuk alasan kemajuan daerah dgn melakukan pembangunan fisik. Tetapi pikirkan dampak dlm jangka panjang.

intinya tidak baik berharap utk perbaikan, ketika masih sempat untuk mengatasi. Sesuatu yang rusak akan sudah utk dikembalikan.

***

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!