Thursday, September 18, 2014

Wanita & kehidupannya - Hanna Enka

Langit mendung. Udara yang menyelimuti kota pun berganti dengan cepat. Yang semula panas kini berhawa sembab layaknya wajah seorang wanita yang duduk memangku wajahnya di Depan jendela besar sembari menatap suasana sore yang sendu.

Pikirannya melayang jauh. Memikirkan tentang banyak hal yang telah terjadi dan terlewati begitu saja dengan cepat. Waktu, seakan berjalan tanpa menengok, apakah dirinya baik-baik saja, ataukah malah tersiksa sepanjang waktu?

Ia memejam. Suara putrinya yang sedang bermain di Depan kipas angin diterpa oleh suara angin yang menderu terdengar samar-samar.

Sesuatu yang harus Ia sesali. Apakah harus sekarang munculnya? Apa salahnya anak perempuan kecil yang sedang menikmati masa kecilnya itu? Karena lahir ke dunia? Patutkah Ia dijadikan penyebab dari perginya segala kebahagiaan yang pernah wanita itu rasakan?

Laki-laki, benar-benar tak dapat menjaga kepercayaannya. Memang tanggung jawab mereka untuk bekerja. Guna menafkahi keluarganya. Tetapi, apakah wajar, jika seorang laki-laki yang pelan-pelan disebut "papa" oleh putri kecil itu tidak pernah pulang ke rumah?

Wanita itu bimbang. Hatinya kacau. Banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk kehidupannya. Termasuk, pengalaman beberapa orang wanita lain yang pernah berkisah tentang bagaimana hidup mereka berakhir secara tragis. 

Laki-laki, yang mengejar ambisi. Susah sekali untuk dikontrol. Ibarat layang-layang, Ia bisa embang kapan pun Ia mau. 

Lantas, bagaimana wanita itu menghadapinya? Ketika semua keraguan akan kepercayaannya mulai tergoyahkan? Ia menjadi lebih sensitif dan suka mencecar lelakinya dengan berbagai kata-kata tajam dan pedas yang melukai hati. Namun, mengapa? Mengapa laki-laki seakan tak bergeming? Menganggap segala sesuatunya hanya sebagai angin lalu belaka.

Apakah karena Ia adalah seorang perempuan? Tidak sekolah, hanya diam di rumah, tanpa melakukan apa pun dan tak bisa menghasilkan uang? Di dengar tanpa diacuhkan benar-benar lebih perih dari apa pun. Kesabaran, hanya itu yang dapat menolong wanita itu dari semua pertanyaan dan permasalahan hatinya.

Satu pertanyaan yang tidak bisa Ia simpan begitu saja, "laki-laki, yang berada di luar, jauh dari rumah, apakah patut untuk kupercaya? Apakah dari mulut mereka yang mengumbar kesetiaan itu menyajikan kebenaran? Ketika, aku sendiri pun tahu, bahwa laki-laki mencintai segala bentuk kesenangan duniawi. Mungkin, Ia bisa mengatakan tidak kapan pun ketika ditanyai, tapi tidak ingatkah dia, ketika dulu, Ia mengatakan tak kan mencuri masa depanku dalam waktu yang sesaat, namun nyatanya Ia lakukan."

Kepercayaan itu mahal. Dalam waktu singkat dapat dileburkan begitu saja. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi esok, lusa, dua hari ke Depan, beberapa bulan yang akan datang atau pun beberapa tahun nanti. 

Laki-laki ketika sukses akan buta, dan melupakan banyak hal yang dulu membuatnya susah dan pernah menjadi pembelajaran bagi kehidupannya.

Siapa pun, wanita di dunia, tidak akan rela diduakan, dibohongi, apalagi ditinggalkan. Jika memang Ia hanyalah satu satunya, maka lakukan sesuai dengan prinsip.

Perempuan juga adalah makhluk jahat. Mereka di mana-mana. Menggoda dan mengantar kesenangan walau untuk kesesatan.

Ketertakutan wanita itu adalah ketika Ia harus tahu bahwa laki-laki yang memilih hidup bersamanya, juga akan pergi layaknya mereka, laki-laki milik wanita lain yang sudah berlalu lebih dulu.

Jangan katakan, mereka wanita hebat. Karena tegar dan kuat. Tidakkah dibayangkan, apakah itu patut dibanggakan? Wanita-wanita itu hanya bertahan, mengorbankan hatinya untuk malaikat-malaikat kecil mereka. Apa kata orang ketika mereka ditanyai, "Kemana ayahmu?" haruskah mereka mengarang jawaban untuk mewarnai kehidupan mereka yang abu-abu?

Cinta, jangan percaya hal itu akan jadi pemersatu. Tidak ada cinta yang mengabadikan setiap perasaan. Jenuh, bosan, rasa itu pasti bermunculan. Kala itu, cinta tak akan pernah terdengar, bahkan dalam bisikan sekali pun.

Doa. Hanya itu yang bisa Ia panjatkan. Jika Tuhan memang dekat, sedekat nafas yang menyertai denyut nadi. Wanita itu menitipkan doanya untuk kehidupan.

"Jika dulu, hidupku pernah Ia ambil sekali, tolong jangan biarkan aku merasakan mati untuk kedua kalinya. Bukankah kita jatuh sekali, dan bangkit kedua kalinya untuk memperbaiki kahidupan? Jika memang malaikat kecil yang selalu setiap menemaniku, lebih setia dibandingkan cinta yang dulu pernah terdengar di antara suara angin dan hujan yang saling bertindihan, tolong jagalah kepercayaan yang meragukan ini untuk mereka hingga mereka dewasa nanti. Lindungilah aku dari berbagai perasaan curiga dan sakit hati. Lindungilah aku dari keraguan dan kebohongan dunia yang mengiris batin tiada henti. Karena aku pun manusia. Aku tak ingin menjadi wanita yang tegar. Karena ketika terluka pun aku tahu, bahwa di dua, di tiga dan dikhianati itu lebih perih dari sekedar menusukkan pisau belati ke jantungku sendiri."

***

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!