Friday, February 6, 2015

#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-8 "Kita berpisah ketika hujan menjadi saksi"

Kepada cinta,
Dia yang terkasih, 
Yang memiliki sepotong hati dari sebagian diriku.
Masihkah kau ingat? Tepat hari ini, dalam tempo yang bertepatan, kita mengakhiri pertemuan kita untuk terakhir kalinya.
Waktu itu,
Hujan turun seirama. Seakan memberikan pertanda, bahwa begitulah gambaran langit hatiku ketika harus merelakanmu meninggalkan aku bersama kota yang melukis beragam kisah kita berdua.
Lengkungan teluk yang menjadi ciri khas kota,
Ditemani nyiur angin yang melambai dengan intensitas yang tak biasa-biasa saja, aku masih ingat dengan jelas,
Tentang kenangan kita,
Berteduh di bawah payung, memandang langit yang berarak meninggalkan bayanganku dan dirimu dalam satu garis horisontal yang saling bertaut.

"Aku harus pergi. Dan aku tak bisa mengelak walaupun ku ingin." Katamu dalam deras hujan dan deru angin yang saling membaur.

"Lamakah kiranya kau akan meninggalkan kota ini?" Tanyaku kemudian sambil menahan rasa tak ingin ditinggalkan sambil menggigit ujung bibirku perlahan.

"Aku tidak tahu. Aku tak bisa memastikan. Aku pun tak dapat menjanjikanmu satu waktu yang tepat. Hanya saja, mungkin, aku bisa memberikanmu pernyataan."

"Apa?" Aku menoleh menatap wajahmu kala itu. Bayangan sinar matamu agak sedikit menyesaki batinku. Rasanya, ada pertanda kalau kau akan pergi jauh dariku dalam waktu yang tidak sebentar. Bukankah kata hati seorang wanita selalu benar adanya?

"Aku akan kembali dan aku akan meminangmu kala itu."

Sampai kini, aku masih tidak percaya kalau kau akan berucap hal yang luar biasa seperti itu. Kita memang telah lama merajut cinta dengan berbagai kisah sedih dan manis. Namun, tak kusangka, ketika kau mengatakan akan membuat komitmen, kita harus berpisah lebih dulu.

Jujur saya,
Awalnya aku tak ingin itu terjadi.
Perpisahan selalu mengisahkan tentang berbagai hal yang buruk. Kau tahu kalau jarak akan selalu mengubah perasaan bukan?
Aku tahu itu hanya karangan orang, tetapi tetap saja. Perempuan yang sedang jatuh cinta akan selalu mempercayai persepsi hatinya. Entah itu baik atau buruk sekali pun.

Namun aku percaya,
Jika memang Tuhan menciptakan aku dan dirimu untuk bersama,
Maka tiada yang dapat memecahkan takdir dan membuat perasaanku kepadamu hancur berkeping-keping.

Hanya saja,
Aku paham. Ketika kita berani untuk jatuh cinta, maka kita pun harus bersiap untuk kehilangan.
Mungkin itulah alasannya mengapa,
Mereka yang juga telah merasakan cinta berpesan,
Agar kau tak terlalu jauh jatuh ke dalamnya, dan agar kau memaknai tepat jatuhnya rasa itu.

Cinta itu sakral.
Kadang ada bahagia dan ada sedih.
Penantian itu fana,
Kadang abadi dan kadang bias.

Biarlah aku menantimu,
Dalam harapan terbaik untuk kita berdua.
Karena untuk kini,
Aku masih dalam rasa itu.
Dalam cintaku padamu.

Tertanda,
Hanna

No comments:

Post a Comment

Leave comments here!