Demian berjalan hingga ke tengah laut. Cukup sampai batas yang bisa Ia jejaki. Ia meletakkan papan seluncurnya di atas air laut yang membuat tubuhnya ikut terombang-ambing seirama ombak yang bergerak ke arahnya. Sampai ketika ombak besar itu muncul di hadapannya, satu senyuman lebar terlukis di wajahnya yang cerah. Ia memanjat, menaiki papan seluncurnya dan mulai menahan tubuhnya, menyeimbangkan berat badannya dengan gerakan ombak yang membuat papan seluncurnya berputar dengan indah. Tubuhnya diterpa oleh air laut yang memercik dari segala arah. Demian cukup menikmatinya. Ia tahu, betapa Ia merindukan hobinya itu. Terlalu lama bergelut dengan pekerjaannya, Ia baru menyadari, banyak hal yang Ia lupakan dan Ia abaikan. Termasuk tentang menghibur dirinya sendiri.
*********
Feba duduk tepat di depan jendela besarnya yang Ia biarkan terbuka. Angin laut pantai selatan Miami berhembus memasuki setiap sudut kamarnya. Ia menikmati secangkir kopi dalam pangkuannya sambil menoleh ke langit biru cerah yang tak berawan. Dari kamarnya Ia bisa melihat semua orang di bawah sana. Yang menikmati air laut dan cahaya matahari menyengat untuk berjemur. Suara ombak yang bergerak, terdengar menentramkan hatinya yang sendu. Samar-samar suara televisinya juga ikut berbaur. Gadis itu menghela napas panjang sebelum kembali menyesap secangkir kopinya yang asapnya masih mengepul. Matanya menyapu seluruh pantai dari ujung ke ujung. Pandangannya berhenti pada sesosok laki-laki bertubuh kekar dan atletis yang sedang berdiri di tengah pantai menunggu ombak menghantam papan seluncurnya. Gadis itu tersenyum. Ia mengenal laki-laki itu. Apa yang sedang Ia lakukan di sana?
Feba berdiri dari tempat duduknya. Ia berdiri tepat di sebelah jendela ingin melihat lebih jelas untuk memastikan. Tirai yang tertiup angin terbang perlahan menyapu tubuhnya yang kecil. Feba adalah orang Asia. Saat Ia berdiri beriringan dengan orang Amerika, siapapun pasti dapat menerkanya. Cahaya matahari menerpa wajahnya. Ia memicingkan matanya karena silau. Rambut hitamnya tergerai indah sesekali terbang menutupi wajahnya karena diterpa oleh angin.
"Kau di sana? Tidak memberitahuku kalau kau sedang senggang. Haruskah aku turun menemuimu? Tidakkah kau rindu padaku, Demian?" Katanya dengan pelan lalu menyandarkan kepalanya pada ujung jendela yang terbuka sambil melipat kedua tangannya di dada. Kembali ke Miami, selalu membuatnya merindukan laki-laki itu berkali-kali.
**********
Laki-laki itu tersenyum padaku. Apakah dia masih mengingatku?
Jane berjalan ke depan tanpa berkonsentrasi. Ia menengok ke belakang sesekali. Namun, laki-laki itu tetap berjalan ke depan tak berbalik kepadanya. Sudah lama Ia tidak melihat Demian. Semenjak Feba kembali ke Indonesia, Demian Tak pernah lagi berkunjung ke Boulevard Hotel tempatnya tinggal. Jane sering berpikir, apakah sekarang laki-laki itu sudah melupakan kisah cintanya bersama Feba?
Ia duduk di pinggiran pantai, beratapkan payung yang terbuka lebar, beralaskan pasir putih. Salah seorang teman kerjanya, Vincent sedang asik berjemur tanpa menghiraukan gadis itu. Vincent bahkan tidak menyadari kalau Jane sudah duduk tepat di sebelahnya.
"Kau kembali?" Tanyanya lalu melepaskan kacamata hitamnya.
"Kau lihat." Jawab Jane tersenyum. Matanya masih terpaku pada laki-laki itu. Punggungnya masih terlihat walaupun pantulan cahaya sinar matahari pada permukaan air lautnya menyilaukan penglihatannya. Laki-laki itu sedang asik di tengah pantai membiarkan papan seluncurnya mengambang. Ini adalah kali pertama Ia melihat laki-laki itu akan berselancar.
Ketika ombak besar itu mulai terbentuk dan bergerak menghampirinya, Jane melihat Demian berusaha menaiki papan seluncurnya. Laki-laki itu bergerak dengan lincah di atas ombak yang menggulung. Tubuhnya dan gerakan ombaknya terlihat seirama. Jane menatapnya dengan kening terangkat.
"Harus kuakui, Feba tak salah bisa menyukai laki-kali itu. Lihatlah! Dia memang terlihat begitu.........keren!" Jane mengumpat dalam nada suaranya yang terkesan.
"Siapa?" Vincent menoleh padanya. "Siapa yang kau lihat?"
Jane menatapnya lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Bukan siapa-siapa. Kurasa aku harus segera mencari tambatan hati sebelum aku jatuh cinta pada laki-laki yang sudah memiliki wanita."
Vincent tak menjawab dan hanya menatap gadis itu dengan alis mengkerut.
***********
No comments:
Post a Comment
Leave comments here!